Upaya paling mudah dan efektif untuk menggelontor racun yang sudah terlanjur bercokol dalam tubuh adalah dengan pengaturan pola makan yang baik, sehat, selaras serta seimbang sesuai dengan fungsi tubuh.
Sehatalami.co ~ Apakah harus panik saat mengetahui ada banyak makanan di luaran sana yang diolah dengan menambahkan formalin? Misalnya ikut memboikot pedagang tahu, ikan, bakso serta makanan lain yang diidentikkan dengan formalin dan boraks? Padahal, sambil meningkatkan kewaspadaan, kita bisa menata gaya hidup lain yang bisa membantu penggelontoran tumpukan racun tubuh yang sudah kita ‘tabung’ bertahun-tahun.
Ia kita memang harus hati-hati saat memilih makanan atau jajanan. Bahkan saat belanja di pasar pun harus ekstra hati-hati, sebab saat ini semakin banyak makanan olahan yang menggunakan formalin dan borak sebagai bahan pengawetnya. Ini pula yang menjadi keprihatikan kita belakangan ini.
Sidak yang dilakukan oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), di beberapa kota misalnya, masih sering mendapati bahan makanan seperti tahu, bakso, ayam potong, dan lain-lain yang ditemukan mengandung zat pengawet (formalin).
Terkait dengan bahan pangan dan makanan dengan pengawet berformalin dan borak ini, Dr. Amarullah H. Siregar, DIHom, DNMed, MSc, Ph.D. – dokter ahli naturopati, dalam suatu kesempatan pernah mengatakan, “Kiat utama menghadapi semburan bahan racun di sekitar kita adalah mengoptimalkan sistem detoks tubuh, dikenal dengan istilah internal cleansing,” katanya,
Lebih lanjut mengatakan, tubuh manusia memiliki sistem pengeluaran zat toksik sangat canggih, meliputi saluran cerna, kulit (pori), paru-paru, kelenjar getah bening/ limfa, hati, ginjal. Jika sistem ini bermasalah maka racun akan masuk ke dalam darah selanjutkan menimbulkan gangguan organ dan memicu munculnya penyakit.
Upaya paling penting untuk melenyapkan zat beracun dari dalam tubuh adalah yang disebut xenobiotic detoxification. Ini adalah rangkaian proses detoks yang intinya bertujuan meningkatkan reaksi enzim tubuh dan metabolisme untuk, pertama menggelontor atau membuang bahan asing yang berbahaya, kedua, menetralkan bahan beracun tersebut.
Prosesnya meliputi 2 fase, yaitu:
- Fase 1: Mengubah bahan-bahan berbahaya menjadi tidak beracun yang kemudian dilanjutkan ke Fase berikutnya.
- Fase 2: Mengubah zat racun agar melarut dalam air yang selanjutnya akan dibuang keluar tubuh.
Seperti juga formalin, jika proses detoks berjalan lancar dan optimal maka dalam hitungan menit, formalin bisa segera diubah menjadi CO2 dan dikeluarkan sebagai air kencing.
Masalahnya sekarang ini kemampuan tubuh atau sistem detoks kita pada umumnya sangat amburadul, dan kebanyakan kita lengah untuk berusaha memperbaiki serta menjaga fungsi kerja sistem detoks tersebut, bahkan tidak jarang dari kita yang justru merusaknya dengan pola makan yang sembarangan.
Secara Naturopati, upaya yang bisa dilakukan untuk memberdayakan kembali sistem detoks tubuh antara lain, mengatur intake makanan atau jika perlu ditambah nutraceutical (ekstrak bahan makanan dengan pengaturan dosis untuk terapi dan meningkatkan derajaat kesehatan tubuh).
Perlu diperhatikan jenis makanan, karena ada makanan yang bisa meningkatkan mekanisme detoks tubuh atau justru sebaliknya. Contoh:
- Fase 1: Pemberian sayuran seperti brokoli, kol, makanan tinggi protein, jeruk, vitamin B1, dan vitamin C bisa mengaktifkan fase ini. Sebaliknya pemberian kunyit, cabai, cengkeh, bawang putih, dan obat-obatan tertentu (anti histamin, penenang, obat maag, anti jamur) dapat menghambat fase 1.
- Fase 2: Konsumsi ikan, minyak nabati, vitamin B12, asam folat yang bersifat meningkatkan kerja fase ini. Sebaliknya bahan makanan yang menghambat: makanan tinggi lemak, karbohidrat, obat-obatan penghilang rasa sakit.
Perlu lebih waspada
Memang belum pernah dilaporkan ada korban mati langsung setelah menyantap makanan berformalin, namun efek penumpukannya mampu memicu berbagai gangguan kesehatan, mulai dari gangguan konsentrasi hingga berkembangnya sel-sel kanker.
Menanggapi laporan yang sempat dilansir koran dan internet bahwa formalin tidak membahayakan karena segera (dalam waktu 1.5 menit) setelah masuk pencernakan diurai menjadi CO2, Prof. Dr. Iwan Darmansyah, Guru Besar senior bidang Farmakologi Universitas Indonesia, membantah keras sebagai publisitas yang menyesatkan.
Dalam udara terbuka saja formalin tidak menguap apalagi di dalam tubuh. Bahkan pada dosis tertentu (20-30 ml) larutan formalin adalah mematikan, demikian keterangan Guru Besar ahli toksikologi tersebut.
Memang sejauh ini belum ada cara praktis, misalkan sebuah kit yang bisa mendeteksi langsung adanya bahan berbahaya dalam makanan langsung di lapangan, namun belakangan sudah banyak petunjuk praktis yang disebarkan kepada masyarakat untuk dijadikan panduan dalam memilih bahan-bahan makanan segar.
Konsumen juga semestinya makin memahami ‘label makanan’. Tentu saja formalin dan boraks tidak akan kita temukan di sana, namun setidaknya label makanan ini bisa meningkatkan kepedulian kita agar makin mencermati bahan makanan apa saja yang bisa kita konsumsi.
Ir. Nur Rochman, Kepala Unit Pelaksana Tehnis yang membawahi Laboratorium Pangan Universitas Juanda, Bogor memberi panduan praktis memilih bahan makanan segar di lapangan. Juga mengingatkan kembali cara tradisional nenek moyang yang bisa kita ikuti dalam mengawetkan makanan.
Teliti sebelum membeli
Sampai saat ini adanya formalin, boraks, serta bahan-bahan kimia lain dalam makanan hanya bisa deteksi di laboratorium. Ciri-ciri berikut bisa menjadi panduan praktis. Waspadai jika:
- Bakso – warnanya cenderung putih bersih, kenyal dan membal jika dipantulkan ke permukaan yang keras
- Tahu – bentuk potongannya rapi, bagus, kenyal, kalau dibanting tidak hancur.
- Ikan – kornea matanya merah, insangnya merah gelap, badannya kaku, bersih, tidak dikerubuti lalat.
- Ayam potong – warna dagingnya putih bersih dan kenyal, tidak mudah busuk.
- Mi basah – mengkilat, alot tidak rapuh, awet.
- Ikan asin – permukaannya bersih, berwarna cerah, tidak rusak setelah penyimpanan dalam suhu ruang biasa selama sebulan. (SA)