Untuk membangun pola kepemimpinan yang efektif di semua jenjang organisasi, menjadi penting bagi seorang CEO atau pemimpin pada level atas dapat memperlakukan para pemimpin di bawahnya atau calon pemimpin pada level dibawahnya sebagai individu yang memiliki visi sama dalam mencapai tujuan organisasi, namun juga sebagai orang-orang yang memiliki hak, kewajiban, dan martabat yang harus dihargai dan dihormati. Saran terpentingnya adalah jangan sampai meremehkan kompetensi mereka, meski mereka memiliki kekurangan.
Fakuslah pada hal-hal positif dan mencari yang terbaik yang dimiliki oleh individu dalam organisasi, yang relevan dengan bisnis yang sedang dijalankan. Dalam teori manajemen, pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan Appreciative Inquiry (AI). Yaitu, sebuah pendekatan dengan fokus utama untuk memperkuat hal-hal yang menjadi kelebihan organisasi daripada mencoba memperbaiki apa yang masih menjadi kekurangan.
Dengan pendekatan ini, seorang CEO akan lebih fokus bagaimana mencari dan mendapatkan kontribusi nyata dari masing-masing individu dalam organisasi, sehingga menghasilkan kepercayaan dan kemajuan organisasi. Dengan pendekatan ini, seorang pemimpin atau CEO akan berupaya mengangkat kisah sukses yang pernah didapat oleh anak buah atau bawahannya, sehingga dapat melahirkan rasa bangga, dapat meningkatkan kepercayaan diri, serta dapat menstimulir ide-ide baru baik dalam menentukan target maupun proses pencapaiannya.
Perlunya menjelankan peran enabler
Hadi Satyagraha, PhD menuturkan, agar kepemimpinan dalam setiap jenjang organisasi dapat tumbuh, pemimpin harus mampu berperan sebagai enabler, yang dapat dicapai melalui dua tahan. Pertama disebut insight. Pada tahap ini, pemimpin maupun bahawan atau calon pemimpin potensial, bersama melakukan pengamatan secara lebih mendalam. Bawahan dan calon pemimpin potensial, diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar aspirasi kehidupan, kontribusi bagi organisasi, ekspektasi, dan hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, dan kendala-kendala yang dihadapi.
Sementara, seorang CEO juga harus mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri tentang preferensi terhadap bawahan, tingkat kepercayaan, kemampuan menjalin hubungan pribadi yang lebih erat, kompetensi, dan kemungkinan pengembangan kompetensi yang dimiliki.
Pada tahan kedua (disebut cementing), masing-masing pihak berusaha untuk mempererat hubungan baik dari aspek organisasi maupun aspek pribadi. Elemen utama yang harus muncul dalam tahap ini adalah kepercayaan. Masing-masing pihak harus mempercayai bahwa setiap keputusan dan tindakan yang diambil adalah demi mencapai hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi yang lain. Landasan relasi yang harus dicptakan dalam tahapan ini adalah kepercayaan yang mengarah pada aspek-aspek pribadi. (bersambung).