Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus semakin banyak di Indonesia. Bagaimana cara mengenalinya?
Secara konseptual anak berkebutuhan khusus (children with special needs) memiliki makna dan spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa, cacat, atau berkelainan (exceptional children). Anak berkebutuhan khusus tidak hanya mencakup anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen akibat dari kecacatan tertentu (anak penyandang cacat),tetapi juga anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari children with special needs yang telah digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference ability. Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus temporer juga biasa disebut dengan anak dengan faktor resiko, yaitu yaitu individu-individu yang memiliki atau dapat memiliki prolem dalam perkembangannya yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan belajar selanjutnya, atau memiliki kerawanan atau kerentanan atau resiko tinggi terhadap munculnya hambatan atau gangguan dalam belajar atau perkembangan selanjutnya. Bahkan, dipercayai bahwa anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer apabila tidak mendapatkan intervensi secara tepat sesuai kebutuhan khususnya, dapat berkembang menjadi permanen.
“Cara diagnosanya tentu saja dengan melakukan psikotes,assessmen tumbuh kembang Dan jika diperlukan tes neurologi. Sebenarnya untuk mendapatkan Hasil akurat diperlukan. Pendekatan beberapa keilmuan medis, psikologis. setelah nanti diketahui diagnosanya Baru dilanjutkan kepada ahli pedagogi jika dibutuhkan untuk merancang program belajar spesifik, ungkap Zaitu Asrilla seorang konsultan pendidikan.
Pemilik sekolah Mandiri Zedutopia ini mengatakan apabila namun pendekatan tersebut dirasa sulit dan mahal apalagi anak sudah terlanjur bersekolah, maka guru dapat membuat sebuah list observasi mengenai perilaku-perilaku yang mal adaptif yang muncul.” Setelah itu kemudian dikonsultasikan kepada ahli. Sebaiknya orang tua mengawasi dengan benar tahap perkembangan anak. Jika adatanda-tanda keterlambatan anak secara umum segera hubungi ahli ,”tambahnya.
Asrilla menambahkan anak berkebutuhan khusus bukan berarti anak tersebut tidak pandai, tidak berbakat atau tidak mampu. Mereka hanya memiliki tantangan berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia mencapai angka 1,6 juta anak. Dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia, baru 18 persen yang sudah mendapatkan layanan pendidikan inklusi. Sekitar 115 ribu anak berkebutuhan khusus bersekolah di SLB, sedangkan ABK yang bersekolah di sekolah reguler pelaksana Sekolah Inklusi berjumlah sekitar 299 ribu.