Dalam situasi semacam inilah pemimpin dan bawahan dapat menerima kondisi masing-masing apa adanya. Dalam tahapan ini juga terjadi pembicaraan dari hati ke hati, sehingga dapat melahirkan komitmen bersama untuk berperan melebihi yang semestinya. Baik dari aspek organisasi maupun pribadi, sehingga kolaborasi yang tercipta semakin kuat, dan dapat dicapai melalui program penentuan tujuan organisasi yang dikaitkan atau diselaraskan dengan tujuan pribadi.
Perlu lingkungan kondusif
Meski begitu, keberhasilan membangun pola kepemimpinan pada semua jenjang mensyaratkan hadirnya lingkungan yang kondusif bagi munculnya calon-calon pemimpin potensial di masa depan bagi organisasi. Karenanya penting bagi setiap pemimpin menyadari pentingnya menciptakan iklim kondusif untuk membangun pemimpin potensial.
Karenanya, seorang pemimpin hendaklah memodelkan kepemimpinan yang diinginkan, demi dapat menciptakan iklim yang kondusif. Dengan begitu, bawahan dapat meniru sikap dan perbuatan para pemimpinnya. Seorang pemimpin tidak bisa menuntut bahwannya untuk bersikap atau berperilaku tertentu, sebelum ia sendiri memberi contoh. Sebab, bawahan umumnya hanya mengikuti para pemimpinnya sejauh ia pergi, dan seorang pemimpin tidak dapat memodelkan, kecuali apa yang ia tidak miliki.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah menciptakan peluang untuk bertumbuh. Untuk itu, para pemimpin harus mampu mengenali calon-calon potensial dalam organisasi dan mendorong setiap individu dengan bertanya, apakah yang dibutuhkan bagi bahawannya untuk tumbuh? Manakala tidak terdapat kecocokan antara peluang yang tersedia, dengan para pemimpin potensial, hakekatnya sama dengan menawarkan sesuatu yang tidak mereka butuhkan.
Itu mengapa, menurut Ekuslie Goetiandi, Head of Astra Management Development Institue (AMDI), PT. Astra International, Tbk, penting bagi organisasi memastikan bahwa masing-masing individu memiliki visi dan value yang sama dengan visi dan value organisasi. (bersambung).