- Kebahagiaan di tempat kerja menjadi salah satu isu penting di Amerika Serikat. Banyak organisasi bisnis atau perusahaan mengeluh karena karyawan mereka tidak fokus dalam bekerja. Bagaimana solusinya?
- Workshop: The Real Happinness and High Performance at Work | Berasama : Daisy M.E. Suhari | MSi, Human Capital & Knowledge & Psikolog, UI | Jumat, 15 Maret 2019| Register Now! Erik | +62 813 8084 1716
Sehatalami.co ~ Di banyak negara maju, seperti di Amerika dan Eropa, kebahagiaan di tempat kerja menjadi salah satu isu terpenting yang banyak diperbincangkan. Isu kebahagiaan di tempat kerja sering dikaitkan dengan masalah engagement. Arvan Pradiansyah, penulis buku, I Love Monday dan Manging Director ILM menuturkan, pada konferensi American Society for Training and Development yang ia hadiri di Orlando, AS, isu yang paling dominan adalah masalah engagement.
Banyak perusahaan yang mengeluh karena karyawan mereka tidak fokus dalam pekerjaannya, sehingga gagal memberikan kinerja terbaik. Penelitian di AS membuktikan bahwa hanya 29 persen karyawan yang benar-benar engaged. Bagian terbesar, yaitu 54% karyawan, masuk kategori not engaged, sementara 17 persen sisanya adalah actively disengaged.
Penyebab utama ketidakterlibatan karyawan ini adalah karena mereka tidak bahagia di tempat kerja. Mereka melihat pekerjaan sebagai setumpuk tugas dan kewajiban, bukannya sebagai sesuatu yang mencerahkan, apalagi membahagiakan. Mereka sama sekali tidak menikmati pekerjaan mereka saat ini.
Tiga alasan karyawan tidak bahagia di tempat kerja
Inilah barangkali pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan oleh banyak organisasi perusahaan, yakni bagaimana menciptakan kebahagiaan di tempat kerja. Sayangnya memang tidak mudah menciptakan kebahagiaan di tempat kerja dengan berbagai alasan.
Pertama, kebahagiaan lebih sering dilihat sebagai urusan pribadi, bukan urusan organisasi. Kedua, kebahagiaan dilihat sebagai sebuah konsekuensi dari kesuksesan dan bukan sebagai faktor terpenting untuk mencapai kesuksesan.
Ketiga, masih banyak orang yang beranggapan bahwa kebahagiaan hanyalah sesuatu yang akan terjadi dengan sendirinya, dan bukan merupakan sebuah ilmu (science).
Di Indonesia, ketiga perspektif dan paradigma ini masih sering kita jumpai, padahal di AS saat ini happiness sudah dianggap sebagai salah satu alat (tool) yang sangat penting dalam pencapaian target dan kinerja perusahaan. (bersambung).