MUI menilai UU JPH itu telah mengabaikan sejarah yang ada, di mana MUI telah mengurus sertifikat halal selama 30 tahun. Selain itu, MUI menilai Badan yang baru tidak punya kompetensi mengurus sertifikat halal.
Sehatalami.co ~ Sertifikasi produk halal belakangan ini menjadi berita hangat. Di tengah upaya para produsen dan distributor berusaha mencari tahu progres pemberlakuan UU Jaminan Produk Halal (JPH), terdengar berita mengejutkan.
Dikutip dari laman berita Mahkamah Konsitusi (MK), Ulama Indonesia (MUI) disebutkan tengah menggugat UU Jaminan Produk Halal (JPH) ke MK. Alasannya, UU tersebut memberikan hak kepada Menteri Agama untuk membentuk badan negara guna mengawasi dan memberikan sertifikat halal. Padahal, selama ini wewenang tersebut dipegang oleh MUI. Pelimpahan wewenang sertifikasi halal kepada badan negara ini sudah sejak lama dilakukan di Malaysia.
Diakses dari website MK pada Rabu (14/8/2019), gugatan tersebut kini tengah dilayangkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dari 31 Provinsi di Indoensia.
Mereka mempermasalahkan Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 47 ayat 2 UU JPH. Dalam Pasal 5, secara jelas disebut Menteri Agama berwenang menyelenggarakan JPH melalui BPJPH yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
MUI menilai UU JPH itu telah mengabaikan sejarah yang ada, di mana MUI telah mengurus sertifikat halal selama 30 tahun. Selain itu, MUI menilai Badan yang baru tidak punya kompetensi mengurus sertifikat halal.
“UU JPH justru membuat keresahan di tengah-tengah masyarakat dan membebankan masyarakat yang memiliki usaha kecil dan menengah, dengan beratnya biaya sertifikasi halal,” jelas MUI.
Untuk diketahui, merujuk pada laman resminya, MUI merupakan organisasi nonpemerintah (ornop) alias Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). MUI diisi oleh para ulama Indonesia yang berasal dari beberapa ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah.
Karena adanya UU JPH, MUI secara otomatis akan kehilangan otoritas terkait sertifikasi halal. Kini, yang berhak mengeluarkan sertifikat halal, tidak hanya MUI, tapi lembaga lain yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Pengalaman di Malaysia
Malaysia sudah lebih dulu melaksanakannya di bawah pengawasan pemerintah, bukan oleh masyarakat. Di Malaysia, wewenang sertifikasi ini dipegang oleh lembaga pemerintah Malaysia yang bernama Jabatan Kemajuan Islam Malaysia disingkat (JAKIM).
Dikutip dari laman resminya, JAKIM punya Divisi Manajemen Halal yang secara khusus melakukan sertifikasi halal di Malaysia bersama dengan Departemen Agama Islam negara.
Baca Juga : Geliat Wisata Halal: Indonesia Berada di Peringkat Pertama Global Muslim Travel Index 2019 |
Sertifikasi halal dimulai sejak tahun 1965 oleh Departemen Agama Islam Selangor (JAIS). Sertifikasi halal yang diterapkan oleh JAKIM dimulai pada 1974 ketika Pusat Penelitian, Divisi Urusan Islam, JPM mengeluarkan surat sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman yang mematuhi hukum Islam.
Saat itu, ia bertanggung jawab atas salah satu badan yang mengatur sertifikat produk halal selain dari Departemen Agama Islam Negara (JAIN) yang juga menerapkan sertifikasi halal dengan logo masing-masing.