Nah, trik untuk mengecoh konsumen dilakukan apabila produk makanan atau minuman memiliki lebih dari tiga jenis gula yang berbeda. Pada daftar komposisi tersebut, produsen biasanya meletakkan nama-nama gula terpisah satu sama lain.
Ini dilakukan, karena jika semua nama gula tersebut ditulis berderet maka jumlahnya akan tampak besar, dan harus ditempatkan pada baris pertama.
Trik semacam itu sudah menjadi rahasia umum, dan terjadi di berbagai penjuru dunia. Untuk mengatasi hal ini, Robert H. Lustig, MD, seorang profesor dari Center for Obesity Assessment, Study and Treatment, California, Amerika Serikat, pernah mengusulkan agar makanan dan minuman yang mengandung gula diberi peringatan bahaya seperti rokok dan alkohol.
Alasannya, gula juga memenuhi empat kriteria yang sama, yaitu mudah ditemukan, bersifat toksik, berpotensi disalahgunakan, dan memiliki dampak negatif.
Sebagian peneliti juga menyarankan pembatasan gula dengan mengusulkan aturan pajak baru bagi industri gula, serta memberi izin yang lebih ketat pada makanan dan minuman kemasan yang mengandung gula.
Di Indonesia, harapan itu mungkin masih terlalu tinggi. Namun kita bisa mengubah nasib dengan memulainya dari diri sendiri. Untuk mengetahui berapa kisaran jumlah gula yang dikonsumsi setiap hari misalnya, catat setiap makanan yang kita konsumsi, lengkap dengan keterangan berapa gram gula yang ditambahkan.
Di akhir minggu, totalkan semua gula dalam takaran gram, kemudian bagi 4,2 untuk memperoleh nilai asupan gula per minggu dalam takaran 1 sendok teh (4,2 gram setara dengan 1 sendok teh). Setelah itu, total angka tersebut dibagi 7 untuk mengetahui nilai konsumsi gula per hari. (SA)