Sehatalami.co ~ Tidak pakai lama. Jika orang dengan virus Omicron bertemu dengan orang lain, kemungkinan besar akan menularkan virus Omicron pada orang lain. Jika benar terpapar, gejalanya juga tidak menunggu lama. Ini karna sifata varian Omicron yang cepat menular dan tidak membutuhkan waktu lama untuk memicu gejala dibanding varian Corona lainnya.
Jika pada varian Covid-19 lain, gejala baru akan muncul selang waktu seminggu kemudian, pada pasien varian Omicron gejalanya bisa muncul hanya dalam waktu tiga hari.
Demikain disampaikan oleh spesialis paru RS Persahabatan dan Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Erlina Burhan, SpP(K). Lebih lanjut disampaikan, rata-rata, gejala COVID-19 muncul lima sampai tujuh hari setelah seseorang terpapar virus Corona. Hitungan hari tersebutlah yang dimaksud dengan ‘masa inkubasi’.
“(Masa inkubasi COVID-19) rata-rata lima sampai tujuh hari, baru kemudian bergejala. Inkubasi adalah waktu antara terpapar, artinya infeksi atau masuknya virus ke tubuh dengan waktu timbul gejala itu disebut inkubasi,” ujarnya dalam siaran langsung Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan, Selasa (22/2/2022).
“Kalau varian-varian sebelumnya inkubasi itu bervariasi antara 2-14 hari, namun rata-rata biasanya tujuh sampai sembilan hari, bahkan ada yang lima hari. Khusus Omicron lebih cepat, tiga hari sudah menimbulkan gejala,” imbuhnya.
dr Erlina menambahkan, orang yang mengalami gejala seperti sakit kepala, hidung tersumbat dan meler, serta sakit tenggorokan sebaiknya langsung melakukan tes COVID-19 untuk memastikan dirinya terinfeksi virus Corona atau tidak.
Selain untuk bisa mendapat paket obat antivirus, memastikan adanya infeksi virus Corona juga berguna menentukan tindak lanjut. Sebab varian Omicron adalah virus Corona yang memerlukan pencegahan penularan, berbeda dari flu biasa.
“Kalau ada keluhan tidak enak badan, apalagi disertai sakit kepala, hidung tersumbat atau berair, nyeri tenggorokan, saya kira sebaiknya Anda memeriksakan diri untuk mengetahui status penyakitnya,” jelasnya.
“Supaya tahu status COVID atau bukan, agar supaya perilaku kesehatannya berbeda. Biasanya orang kalau nggak enak badan anggap hanya misal, katakanlah flu, perilaku mereka berbeda kalau itu ada COVID. Terutama di prokes,” pungkas dr Erlina. (SA)