Khasiat adas tidak terlepas dari senyawa aktif yang terdapat di dalamnya, berupa minyak asiri, asam organik, anetol, anisaldehid, chavicol, flavonoid, fenkon, polifenol, dan masih banyak lagi. Konon, dari sejumlah senyawa tadi, anetol adalah jagoannya.
Sehatalami.co ~ Sejak ribuan tahun yang lalu, biji adas dipercaya mampu meringankan bermacam-macam gejala penyakit. Mulai dari gangguan yang sepele seperti mual, sebah, kembung, maag, diare, dan batuk, hingga yang agak berat seperti asma, mencegah kegemukan, menstabilkan tekanan darah, dan mengatasi kencing batu. Seiring berjalannya waktu, bukti ilmiahnya terungkap satu per satu.
Sudah dibudidayakan sejak zaman pra sejarah
Tanaman bernama Latin Foeniculum vulgare ini aslinya dari kawasan Eropa Selatan dan Mediterania. Adas merupakan salah satu dari sembilan tanaman obat utama bagi orang Anglo Saxon — negara-negara maritim kepulauan di Eropa antara lain Belanda, Inggris, Jerman — dan sudah dibudidayakan sejak zaman prasejarah.
Beberapa sumber mencatat, awalnya, adas sering ditanam di biara-biara. Seiring berjalannya waktu, tanaman tersebut menyebar ke berbagai penjuru dunia dan banyak ditanam di Argentina, Cina, India, Indonesia, serta Jepang.
Di negara-negara Barat, adas populer dengan nama fennel. Konon, fennel berasal dari bahasa Inggris Kuno fenol. Kata tersebut diadaptasi dari bahasa Latin fenum, artinya rumput. Tidak jelas mengapa adas dihubungkan dengan rumput. Sebagian orang berpendapat, itu karena adas memang sejenis rumput. Namun ada yang menilai, adas disebut demikian karena bentuk daunnya yang kurus, mirip penampilan rumput pada umumnya.
Sementara di Indonesia, nama-nama daerah untuk adas sering dilekati bahasa yang artinya manis, seperti manih (Minangkabau), atau pedas, seperti das pedas (Aceh dan Melayu). Sebagian orang mengaku bingung dengan istilah ini.
Berdasarkan Farmakope Eropa, acuan ilmiah tentang bahan alam, adas memang digolongkan menjadi dua jenis, yakni adas pedas (atau sering juga disebut adas pahit) dan adas manis. Menurut Dr Nizmawardini Yaman, anggota Perhimpunan Dokter Pemerhati Kesehatan Timur (PDPKT) di Jakarta, yang mendalami herba, keduanya dibedakan berdasarkan kandungan minyak asiri dan aroma yang terkandung di dalamnya. “Adas pedas mengandung minyak asiri lebih banyak, namun kurang aromatik. Sementara adas manis, minyak asirinya lebih sedikit, namun aromanya lebih harum,” ujarnya.
Seluruh bagian tanaman bermanfaat
Baik adas pedas maupun manis, keduanya sama-sama dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Di kawasan India, Italia, Jerman, Mediterania, dan Pakistan, tanaman adas -– sebagai bahan tunggal atau bersama sayuran lain — diolah menjadi berbagai jenis masakan.
Daun adas kerap dipadukan dengan ikan, dicampur dengan mayones, menjadi bahan kaldu dalam aneka sup, atau disajikan bersama sayuran lain dalam bentuk salad. Bonggol dan batangnya diiris tipis-tipis, dicampurkan ke dalam berbagai olahan makanan, seperti salad, kari, dan risotto.
Di Lebanon, daunnya dimasak menjadi ijjeh, semacam omelet. Sedangkan biji adas yang sudah dipanggang dikonsumsi sebagai mukhwas, pencuci mulut sekaligus pengharum napas.
Di Indonesia, adas lebih identik dengan bijinya. Para ibu biasanya memanfaatkannya untuk menyedapkan citarasa masakan, mulai dari lauk pauk hingga kue. Sementara, bonggol dan daunnya, belum populer. Selain itu, manfaat adas sebagai bahan makanan belum terlalu populer, meski khasiatnya sebagai obat sudah dikenal secara turun-temurun.
Akarnya yang direbus, digunakan untuk obat batuk (pelancar dahak). Bijinya dimanfaatkan untuk merangsang produksi ASI, melancarkan haid, dan mengatasi gejala menopause. Obat-obatan herbal Cina juga menggunakan adas untuk membantu pengobatan kolik, hernia, dan peradangan di sepanjang saluran pencernaan. (bersambung).