“Saya begitu sedih saat mengetahui kota saya menjadi tempat pembuangan sampah plastik dari negara maju,” katanya dalam surat yang ia tulis untuk PM Australia.
Sehatalami.co ~ Saat ini sedang viral seorang gadis remaja berusia 12 tahun asal Gresik, Jawa Timur, menulis surat kepada Perdana Menteri Australia Scott Morrison, kepada Kanselir Jerman, Angela Merkel, dan Presiden AS, Donald Trump. Dalam surat terbuka yang ditulis tangan tersebut, Aeshninna Azzahra atau yang akrab disapa NIna, meminta agar ekspor sampah plastik ke tempatnya dihentikan.
Surat Nina kepada PM Australia, kemudian diserahkan kepada Kedutaan Australia di Jakarta pada Selasa (21/1/2020) malam. Seperti dikutip dari beberapa media daerah dan nasional, dalam surat tersebut, gadis remaja 12 tahun itu juga menyampaikan dampak ekologi dan kesehatan akibat sampah dari negara lain yang dikirim ke Indonesia.
Kepedulian gadis remaja asal Gresik terhadap dampak langsung pembuangan sampah plastik juga dituangkannya dalam surat yang ia tulis. Dikutip dari ABC, Rabu (22/1/2020), ia memaparkan mengatakan, “Saya begitu sedih saat mengetahui kota saya menjadi tempat pembuangan sampah plastik dari negara maju,” katanya.
Banyak sampai Indonesia berasal dari negara maju
Nina juga menyampaikan bahwa sampah-sampai yang ia pungut dari tempatnya sekarang memiliki merek yang berasal dari Kanada, Australia, AS, Inggris, dan negara maju lain. Itu mengapa, ia meminta kepada PM Australia Scott Morrison, agar dia bisa menghentikan pengiriman sampah yang tidak bisa didaur ulang ke Indonesia. “Berhenti mengirimkan campuran sampah plastik dan kertas ke Jawa Timur dan Indonesia. Tolong tarik dari Indonesia,” katanya.
Dalam laporan Reuters, Indonesia mengimpor 283.000 ton pada 2018, atau setara dengan berat rata-rata 123 ekor badak putih. Pada 2019, aktivis lingkungan Ecoton menuduh Canberra menyelundupkan sampah plastik dan kertas dalam jumlah besar.
Dilansir dari lamam kompas.com (22/1/20), kebanyakan negara maju dilaporkan mengekspor sampah, baik daur ulang maupun tidak, ke negara berkembang yang kemudian melakukan tugas berbahaya menghancurkannya.
China sebelumnya menerima buangan tersebut dari negara kaya. Namun, sejak Juli 2017, Beijing menerbitkan larangan ekspor. Karena itu, Negeri “Kanguru” ataupun negara maju lainnya mengalihkan sampah mereka ke negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Pada 2018, Australia mengirim 52.000 ekspor ke Jawa Timur, kenaikan hingga 250 persen dibanding ekspor empat tahun sebelumnya.
Tanggapan Kantor PM Australia
Dalam surat yang ditulisnya, tidak lupa Nina juga menyatakan bahwa saat berada di tempat pembuangan sampah, dia melihat sampah dari Australia paling banyak ditemui setelah AS.
Sebagai tanggapan, Kantor PM Australia menyatakan bahwa mereka akan melarang ekspor sampah plastik, gelas, hingga kaca pada Juli mendatang. “Seperti Nina, pemerintah kami berpikir memerangi sampah adalah isu utama demi lingkungan tempat kami maupun kawasan,” ujar Canberra.
Juru bicara pemerintah juga menjelaskan, Canberra pun mempertimbangkan menghapus kemasan plastik sekali pakai dan berbahaya. Karena itu, Australia mengaku mendukung langkah Indonesia mengurangi sampah laut hingga 20 persen, dan sampah darat hingga 30 persen.
Selain kepada PM Australia Morrison, Nina diketahui juga mengirim surat serupa kepada Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden AS Donald Trump. “Mengapa Jerman mengirim sampah itu ke Indonesia? Saya ingin masa depan saya lebih baik. Saya ingin Indonesia bersih,” kata Nina dalam suratnya kepada Merkel. Kepada Merkel, Nina bercerita bagaimana dia pernah membeli ikan yang ketika dibuka perutnya, dia menemukan sampah.
Tanggapan Duta Besar Jerman untuk Indonesia
Duta Besar Jerman, Peter Schoof sebagaimana dikutip dari laman ngopibareng.id, mengatakan bahwa sulit untuk mengetahui secara pasti tingkat persentase sampah plastik ilegal yang tercampur kertas daur ulang impor. Namun ia terus mengimbau agar Indonesia memberi bukti jika ada perusahaan Jerman yang terkait pelanggaran impor sampah sehingga mereka bisa ditindak secara hukum.
Duta Besar Jerman juga menjelaskan bahwa ia sudah mengingatkan pemerintahan Jerman agar lebih ketat dalam memeriksa kontainer sampah yang akan diekspor. Ia menambahkan bahwa Indonesia menghasilkan 3,2 – 3,9 juta ton plastik dalam setahun sedangkan Jerman mengirim 64,000 ton plastik bahan baku plastik ke Indonesia.
“Sebagian besar dari masalah terkait sampah yang ada di Indonesia adalah kita perlu mencari cara untuk mengumpulkan sampah dari perumahan masyarakat, memisahkan antara sampah daur ulang dan yang tidak bisa didaur ulang serta membangun pabrik daur ulang,” ujar Peter Schoof.
Schoof mengatakan bahwa Jerman sudah melakukan upaya untuk membangun pabrik daur ulang di Indonesia. Namun hal ini butuh kerjasama lebih erat dengan pemerintah Indonesia untuk terus menghentikan impor plastik ilegal dan membangun kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai dan laut serta mengurangi pemakaian plastik sekali pakai.
Dalam pertemuan tersebut, Nina juga memberi surat kepada Kanselir Jerman Angela Merkel dan memperlihatkan kartu identitas seorang wanita Jerman dan kemasan minuman asal Jerman yang ia temukan diantara tumpukan sampah di Desa Bangun.
Duta Besar Jerman berjanji akan mengirimkan surat tersebut ke Berlin pada hari yang sama dan akan berusaha keras agar Nina mendapatkan tanggapan langsung dari Kanselir Jerman.
Surat kepada Trump
Sementara kepada Trump, Nina menulis sampah yang diekspor oleh AS sudah membuat sungainya “sangat kotor dan bau”. “Mengapa kalian selalu mengirim sampah ke negara saya? Mengapa tidak kalian kelola sendiri?” keluh Nina di suratnya.
Dari surat yang dia kirimkan, salah satunya mendapatkan balasan audiensi dari Duta Besar Jerman, Peter Schoof, pada awal Januari. Nina berharap bisa bertemu Duta Besar Australia Gary Quinlan.
Namun, dia mengaku hingga kini belum bisa bertatap muka dengannya. “Saya ingin mereka (Australia) tak lagi mengirim sampah plastik ke Indonesia. Saya berharap mereka mengambilnya lagi,” pungkasnya. (SA)
Sumber: Diolah dari berbagai sumber