Kekurangan vitamin D dikaitkan dengan menurunnya imunitas tubuh, dan timbulnya 1001 macam gangguan penyakit, dari yang ringan hingga berat dan berisiko kematian. Terlebih di masa pandemi seperti saat ini.
Sehatalami.co ~ Selama ini kita sering mendapatkan informasi bahwa vitamin D dikaitkan dengan pembentuk dan penguatan tulang. Defisiensi atau kekurangan vitamin D otomatis dikaitkan dengan risiko pengeroposan tulang. Padahal manfaat vitamin D banyak dan tidak hanya terkait dengan soal kepadatan tulang.
Menurut dr. Widya Murni, seorang dokter umum yang praktik dalam bidang ilmu integrative and functional medicine, khususnya di bidang anti-aging berbasis hormone, ada banyak manfaat vitamin, yang sebenarnya juga hormon ini, lebih dari sekadar untuk tulang dan sistem imun. Ia melanjutnya, jika orang terserang strok, ternyata karena kekurangan vitamin D, begitu juga penyakit jantung, itu kurang vitamin D.
“Reseptor vitamin D itu tersebar di seluruh organ tubuh. Ketidakseimbangan hormon pada gonad seperti infertility, gangguan siklus menstruasi juga karena kekurangan vitamin D. Begitu juga dengan tumor di payudara, gangguan tiroid, usus, ginjal, hingga prostat. Hampir segala gangguan disebabkan karena rendahnya vitamin D,” katanya menjelaskan.
Selain itu, vitamin D juga memiliki sifat anti mutasi gen. “Apabila Anda mengonsumsi dalam jumlah yang cukup, tubuh akan terjaga dari mutasi genetik. Mutasi itu yang menyebabkan kanker,” imbuh Dr Widya, seraya menekankan bahwa kekurangan vitamin D bisa menimbulkan 1001 penyakit atau penyakit komorbid? Terlebih di saat seperti sekarang ini.
Tanda-tanda kekurangan Vitamin D yang jarang diketahui!
Kurangnya kadar vitamin D dalam tubuh harus dinilai dari berbagai hal. Seperti kondisi fisik yang gemuk atau overweight, itu juga bisa menjadi tanda kekurangan vitamin D. Kebiasaan merokok mengurangi kadar vitamin D. Begitu juga dengan konsumsi obat. “Obat kolesterol itu menurunkan vitamin D,” kata dr. Widya, seraya menjelaskan bahwa terlalu sering mengonsumsi obat penurun kolesterol, dan dalam jangka, bisa meningkatkan resiko penyakit jantung. Itu mengapa, ia menyarankan, terlebih di masa pandemi obat penurun kolesterol, ini harusnya tidak digunakan.
Lebih lanjut dr. Widya menyampaikan bahwa cara ideal menurunkan kolesterol adalah dengan mengatur pola makan. “Namun ilmu obat adalah ilmu obat, mereka tidak mempelajari pola makan. Kolesterol ini adalah bahan pembuat hormon, dan vitamin D adalah hormon. Saat Anda menggunakan statin, bukan hanya vitamin D yang rendah, tapi hormon-hormon yang lainnya. Di situlah muncul resiko kepikunan,” tegasnya.
Sebisa mungkin hindarilah gorengan yang masuk di bawah payung pro-inflammatory food, atau kasarnya makanan mematikan. “Bukan tidak mungkin bahwa pasien yang sedang terkena Covid-19 adalah penyuka makanan yang menyebabkan inflamasi. Hindari junk food, gorengan, dan semua yang manis apa pun bentuknya. Jika ingin hidup (lebih lama), hindari makanan pro-inflamasi,”tegasnya.
Menurunkan sistem imunitas tubuh
Kekurangan vimtain D, juga dikaitkan dengan menurunnya sistem imunitas tubuh. Untuk mengetahui hal ini, apakah kita memiliki imunitas tubuh rendah, antara lain bisa dilakukan dengan mengamati dan me-reka ulang berapa kali dalam satu tahun kita menderita batuk pilek? “Jika jawabannya ada pada angka tiga hingga lima kali, maka tandanya sistem imun Anda rendah. Itu merupakan salah satu tanda kekurangan vitamin D,” ujar dr. Zie Sabrina Sulaiman, general practitioner yang fokus pada estetika, sebagaimana dikutip dari Beauty Talk.
Selain itu, kondisi tubuh seperti linu otot, badan mudah pegal, sering sakit kepala, masuk angin, dan berbagai macam penyakit lainnya juga bisa menjadi penanda kekurangan vitamin D, tapi begitu juga dengan hal lainnya. Ada cara jitu untuk memastikan hal ini adalah dengan pengecekan ke laboratorium.
Dari mana vitamin D diperoleh?
Vitamin D sebagaian besar bisa terbentuk secara alami saat kulit terkena sinar matahari langsung. Bahkan, sebagian besar kebutuhan vitamin D terpenuhi lewat paparan sinar matahari. Sayangnya, sumber cahaya matahari yang berlimpah, tidak menjamin tercukupinya vitamin D dari seseorang, terlebih jika tidak memiliki kebiasaan berjemur matahari langsung.
Selain sinar matahari langsung di pagi hari, lazimnya, vitamin D juga bisa diperoleh dari beragam jenis makanan, seperti jamur, kuning telur, serta ikan.
Sebenarnya, saat kadar kalsium dalam tubuh berkurang, kelenjar paratiroid akan merangsang usus dan ginjal untuk menghasilkan vitamin D guna menyerap kalsium lebih banyak. Namun demikian, tidak sedikit orang yang mengalami kekurangan vitamin D. Terutama jika tubuh tidak memperoleh sinar matahari yang cukup. Kekurangan vitamin D juga bisa terjadi jika tubuh tidak efektif dalam menyerap vitamin D. Pada kondisi tersebut, dibutuhkan suplemen untuk mencegah kekurangan vitamin D.
Adapun jenis utama vitamin D adalah vitamin D2 dan vitamin D3. Vitamin D2 berasal dari tumbuhan dan makanan yang diperkaya vitamin D2 itu sendiri. Sementara vitamin D3 berasal dari hewan. Saat ini, kedua jenis vitamin ini tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, dan sirup.
Mengapa banyak orang kekurangan vitamin D?
Menurut dr. Zie banyaknya penduduk Indonesia yang masih mengalami kekurangan vitamin D, disebabkan oleh persepsi salah di tengah masyarakat. Ada yang tidak mau berjemur untuk mendapatkan sinar matahari langsung karena takut kulit menjadi hitam, ada yang khawatir menimbulkan flek. Selain itu, juga adanya fakta bahwa sebagian besar aktivitas itu selalu dilakukan di ruangan tertutup atau indoor.
Hal senada disampaikan oleh dr. Widya. Menurutnya, banyaknya orang enggan berjemur di pagi hari karena tidak mengetahui cara yang baik dan benar untuk memanfaatkan vitamin D gratis dari sinar matahari pagi di negara ini. “Padahal sepaham saya, waktu yang dibutuhkan untuk berada di bawah sinar matahari itu tidak perlu lama-lama. Cukup 30 menit saja,” ujarnya seraya berseloroh bahwa, meski sinar matahari pagi penting untuk pembentukan vitamin D, namun jarang yang berani menerima tantangan untuk berjemur selama 30 menit tanpa busana.
Berapa kadar normal vitamin D dalam tubuh, terutama di saat pandemi?
Menurut Dr. Widya, kadar normal vitamin D adalah 30-100 ng/mL. Fakta tersebut, ujarnya juga tertulis dalam panduan internasional. Dr. Widya juta menjelaskan bahwa kadar 100 ng/mL, dalam tubuh tidak termasuk yang dipersepsikan akan menjadi carun di dalam tubuh, karena, “Sebenarnya angka toxic ini adalah 300, bukan 100,”jelas dr. Widya.
Dijelaskan oleh dr. Widya, khusus selama pandemi ini setiap orang harus memiliki kadar vitamin D kurang lebih sebanyak 100 ng/mL, dan hal ini sudah tidak bisa ditawar lagi. “Pandemi Covid-19 dengan varian delta ini mampu menurunkan vitamin D sekitar 70. Makanya banyak sekali yang meninggal, dan menyisakan kadar vitamin D hanya 30,” jelasnya.
Dr. Widya menyampaikan dengan kejadian tersebut, maka ada baiknya jika kita segera mencukupi kebutuhan kadaqra vitamin D di dalam tubuh. Sebab, jika tercukupi atau bahkan lebih, vitamin D ini akan mendatangkan 1001 keajaiban manfaat bagi tubuh. “Tidak ada kata terlambat dalam menaikkan kadar vitamin D dalam tubuh Anda. Ini juga berlaku untuk Anda yang sudah atau belum vaksin,”ujarnya.
Ia menyarankan, di masa pandemi ini, hal terbaik yang harus dilakukan adalah pengecekan vitamin D dan antibodi. “Jika antibodi rendah, maka tambahlah dosis asupan vitamin D, bersama nutrisi peningkat sistem imun optimal, dan ini harus dikonsumsi seterusnya,”ujar dr. Widya.
Lebih lanjut ia menurutkan bahwa bukan hanya sertifikat vaksinasi yang mampu membuat Indonesia mencapai herd immunity, “namun juga dosis tinggi vitamin D yang dapat berkontribusi besar dalam mengakhiri pandemi.” (SA).