Pilih buku yang bahasanya baik, sopan, dan mudah dicerna. Bila perlu, kita juga bisa mengganti beberapa kata dengan kata yang lebih populer bagi anak.
Sehatalami.co ~ Jangan terlampau cepat memberi cap ”nakal” atau ”susah diatur” pada anak. Bisa jadi, sikapnya merupakan sinyal bahwa ia sedang memendam masalah. Menurut Monty Satiadarma, psikolog dari Universitas Tarumanagara, Jakarta, sebenarnya anak-anak mempunyai perasaan yang sama seperti orang dewasa.
”Mereka bisa sedih, kecewa, marah, prihatin, gembira, dan lain sebagainya. Namun di sisi lain, kemampuan mereka belum berkembang sepenuhnya. Misalnya, emosinya berkembang pesat namun kemampuan berbicaranya masih terbatas, atau kemampuan emosi dan bicaranya berkembang, namun kemampuan logikanya belum memadai,” kata Monty.
Dalam kondisi ini, saat merasakan sesuatu atau menghadapi masalah, mereka belum mampu mengungkapkan perasaan dan mengenali masalahnya dengan baik.
Tentu saja, keadaan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Selain mengganggu proses perkembangan mereka, masalah yang terpendam juga bisa memicu frustrasi pada anak. Untuk mengatasinya, ada cara yang mudah, murah, namun terbukti sangat efektif, yaitu dengan membacakan mereka buku.
Berikut ini ada delapan kiat membaca buku untuk mengatasi gangguan perilaku:
1. Cari bahan cerita yang sesuai dengan kasus, usia, dan minat anak
Untuk anak balita, gunakan buku mengenai binatang dengan gambar-gambar yang dominan. Sedangkan bagi anak yang lebih besar, pilih buku tentang putri atau petualangan. Anak yang sudah bisa membaca juga boleh membaca buku sendiri.
2. Perhatikan bahasa yang digunakan
Pilih buku yang bahasanya baik, sopan, dan mudah dicerna. Bila perlu, kita juga bisa mengganti beberapa kata dengan kata yang lebih populer bagi anak.
3. Baca resensi ceritanya
Bila perlu, baca buku tersebut hingga habis. Selain untuk mengetahui jalan cerita, resensi penting untuk mempelajari cara membacanya.
4. Tandai bagian-bagian yang perlu ditekankan saat membaca
Misalnya, saat tokoh mengaku bahwa berbohong adalah tindakan tercela, baca dengan mimik yang ekspresif, intonasi yang ditekankan, dan bahasa yang mudah dicerna (tidak harus sama persis dengan kalimat dalam buku).
5. Tidak perlu melakukan banyak gerakan
Sambil bercerita, amati setiap respons anak sebagai modal untuk mengidentifikasi masalah, bahan diskusi, dan membantunya menemukan solusi.
6. Bacakan cerita hanya ketika secara fisik maupun psikis kita siap bercerita dan anak siap mendengarkan
Ciptakan suasana tenang, tidak ada gangguan suara televisi, tape, dan kalau perlu, matikan telepon genggam. Waktu bercerita bisa kapan saja, tidak harus menjelang tidur, yang penting dalam keadaan relaks.
7. Saat melakukan diskusi, berperanlah sebagai pendengar
Gali sebanyak mungkin perasaan dan apa saja yang ingin diungkapkannya. Jangan sekali-kali memotong ucapannya atau bersikap menghakimi. Seperti, ”Mama kan sudah bilang…” atau ”Makanya,…”
8. Terapi ini juga bisa dilakukan oleh orang lain, yang secara emosional dekat dengan anak, seperti kakek atau nenek, kakak, atau guru di sekolah. Bila perlu, mintalah bantuan terapis atau psikolog. (SA)