Remaja bukan lagi kanak-kanak, meski juga belum bisa disebut sebagai orang dewasa. Dalam hal perkembangan berpikir, seorang remaja telah mampu berpikir dengan logika, sekaligus melakukan penalaran abstrak.
Sehatalami.co ~ Mereka mulai membayangkan masa depan dan apa yang dapat mereka lakukan untuk mencapai hal tersebut. Konsekuensi dari tahap perkembangan kognitif ini, remaja berpikir dengan memikirkan segala kemungkinan yang tidak terbatas. Semua terlihat bisa diraih dan dicapai.
BJ Casey, seorang neuroscientist dari Cornell University, Amerika Serikat bahkan mengatakan bahwa remaja cenderung mengabaikan/ tidak menghiraukan (underestimate) risiko tetapi melebih-lebihkan (overestimate) “hadiah” yang akan mereka peroleh. Inilah yang membuat remaja seringkali terlihat agresif, nekat, dan sering membuat sensasi, terutama bila ada orang yang memperhatikannya.
Karena itulah, peran orangtua untuk membimbing, mengarahkan, dan mengingatkan anaknya yang telah memasuki usia remaja, tetap dibutuhkan. Tidak hanya itu, perkembangan emosi dan sosial, juga fisiknya, seringkali membuat remaja tidak merasa nyaman.
Ia butuh bimbingan dari orang yang sudah berhasil melalui masa remaja tersebut. Remaja tetap butuh orang dewasa/orangtua yang dapat menghentikan saat dia melakukan kesalahan dan mendorong/memuji saat ia melakukan hal-hal yang benar dan tepat sehingga ia menjadi individu yang bukan hanya memiliki pengetahuan (yang diperoleh di pendidikan formal) tetapi juga keterampilan dalam menjalani hidup. (bersambung).