Blue Fire
Kami diberitahu, satu hal yang menajubkan di Kawah Ijen adalah fenomena Blue Fire, yang berasal dari tungku besar alam Kawah Ijen. Karena alasan inilah, dengan berbekal senter, tongkat, dan cahaya alam dari germerlap bulan dan bintang, kami menuju Kawah Ijen, menumpuh jarak sekira 3 km agar bisa tiba di Paltuding pukul 02 : 00 dini hari.
Memang, struktur tanah berpasir yang menanjak sejauh 1.5 Km dengan kemiringan 25-35 derajat, ditambah hembusan angin malam yang cukup kencang, cukup untuk menciutkan nyali kami saat hendak memulai petualangan di malam hari. Namun, ternyata kami tidak sendiri. Di tengah perjalanan, kami berpapasan dengan para penambang dan sepasang bule yang dengan lincahnya berangkat naik. Ini membuat kami ikut termotivasi. Setelah tiba di Pos I, tempat penimbangan belerang, perjalanan kami selanjutnya sudah cukup landai, sehingga pukul 04: 00 kami bisa tiba di Kawah Ijen. Semburat warna Api Biru yang menyala-nyala di bibir kawah, serasa menghabus dahaga dan mengusir lelah yang kami rasakan saat perjalanan mendaki. Pemandangan langka, tersaji di depan mata, terlalu sayang untuk dilewatkan.
Terlihat, beberapa turis mancanegara yang sudah mendahului kami, asyik mengabadikan merekam fenomena blue fire dengan lensanya. Kami sempat berbincang dengan salah seorang dari mereka, yang mengaku berasal dari China – Taiwan. Mereka mengaku sengaja menyempatkan diri mengunjungi Kawah Ijen demi bisa menyaksikan fenomena blue fire ini, sebelum bertolak ke Bali.
Indahnya panorama puncak gunung Ijen, terlihat begitu nyata. Kombinasi indahnya warna hijau tosca dari danau Kawah Ijen, di tengah batu-batu sulfur berasap pekat, dan putihnya awan yang menggantung di langit biru tepat di atas Kawah Ijen, benar-benar membuat kami seolah berada di planet lain.
Dari atas puncak Kawah Ijen, kami juga bisa melihat hamparan luas Selat Bali, serta gugusan gunung lainnya di sekitar Kawah Ijen, yakni Gunung Raung, Gunung Merapi, Gunung Widodaren, Gunung Ranti dan Gunung Papak. Sebagai Cagar Alam Taman Wisata, Ijen merupakan tempat bagi berbagai macan satwa seperti Ayam hutan, landak dan lain-lain. Selain itu, Gunung Ijen ini, kami juga merupakan habitat tetumbuhan bunga edelweiss dan bebungaan lainnya, seperti cemara gunung, dan lain-lain. Sayangnya, kami sampai di kawasan ini saat sedang musim kering, sehingga keindahan aneka tetumbuhan dan bebungaannya tidak dapat kami abadikan.
Semakin siang, terlihat semakin banyak turis-turis asing berdatangan. Kebanyakan justru, berasal dari Eropa seperti Perancis, Jerman, dan Belanda. Tak terlihat ada wisatawan lokal di sana. Sayang, keelokan Kawah Ijen ini, ternyata lebih banyak diminati oleh turis asing ketimbang wisatawan lokal. (bersambung)