Dengan konsep pay-for-performance atau performance oriented misalnya, perusahaan-perusahaan global di negara maju saat ini selain menghubungkan besaran gaji pokok, bonus, insentif jangka panjang yang diterima dengan kinerja, juga menyertakan imbalan prosentasi pembagian saham ( total shareholder return – TSR ), sebagai bentuk kompensasi eksekutif secara jangka panjang.
Bahkan, pembagian insentif dalam bentuk saham ini merupakan bentuk yang paling populer, karena dapat dianggap mewakili tujuan pemberian insentif, yaitu pertama, sebagai upaya untuk membagi kesuksesan perusahaan kepada eksekutif.
Melalui penghargaan kepada eksekutif atas keberhasilan perusahaan dalam jangka panjang, diharapkan dapat memotivasi eksekutif agar memberi perhatian terhadap persoalan kunci yang memiliki kontribusi besar terhadap kesuksesan perusahaan secara jangka panjang.
Kedua, menyelaraskan persepsi para eksekutif dengan pemegang saham. Melalui pengkaitan kinerja perusahaan jangka panjang dengan kompensasi, berarti mengkaitkan kepentingan eksekutif sebagai individu dengan kepentingan pemegang saham. Ketiga, menarik dan memelihara eksekutif yang berkualitas agar bersedia untuk bertahan.
Menurut Sylvano, besarnya executive reward juga sebagian dipengaruhi oleh peta persaingan dunia usaha dan terbatasnya ketersediaan talent di level top–executive. Pertanyaan kritisnya, apakah besaran kompensasi yang dibayarkan kepada para eksekutif selaras dengan kontribusi dan performance perusahaan?
Meski pun sangat diharapkan, dalam waktu cepat, namun data berbicara sebaliknya. “Beberapa data menunjukan, semakin tinggi executive earnings, executive pays, engga berhubungan langsung dengan kontribusi atau performance perusahaan, “ ujar Silvano.
Namun demikian, perkembangan dalam teknologi dan nilai-nilai sosial telah merubah bagaimana pekerjaan atau bisnis harus diselesaikan, sehingga membutuhkan kompetensi kepemimpinan yang kuat dan inovatif, seperti kemampuan untuk bekerja dengan tim global di berbagai negara, atau secara individual mampu berkolaborasi dengan pengambil kebijakan di banyak negara yang berbeda.
Nampaknya nilai-nilai dan kompetensi global inilah yang kemudian mendatangkan penghargan tinggi dari para pemegang saham di banyak perubahaan berkelas global, baik Indonesia maupun di berbagai belahan dunia lainnya. (AKH, TH).
Sumber: Ahmad Kholil, Pernah dimuat di Majalah Intipesan