Sebaliknya, cobalah untuk membuat dirinya merasa bermakna, antara lain dengan meminta bantuannya, atau mengajaknya mengunjungi kerabat yang sakit atau butuh pertolongan.
Sehatalami.co ~ Seringkali banyak keluhan pada mereka yang tiba-tiba harus beradaptasi dengan usia pensiun. Ada yang melihat masa pensiun sebagai masa depan yang tidak pasti. Situasi semacam ini akan terasa lebih nyaman jika dihadapi dengan menyendiri, masuk dalam ”gua pribadi”-nya, karena dunia luar tak senyaman dulu.
Masa pensiun untuk beberapa orang juga bisa diibaratkan seperti kematian: fisiknya masih utuh dan kuat, pikirana masih segar, tapi fasilitas dan otoritas harus dilepaskan, bahkan ”kehormatan” pun terasa harus lepas.
Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan. Menarik diri dari lingkungan sosial adalah strategi untuk mencari keseimbangan. Secara tidak sadar orang tersebut sedang berusaha menurunkan energi dalam tubuhnya untuk menyeimbangkan dengan aktivitas fisik yang akan menurun di masa pensiun. Artinya, pikiran bawah sadar sedang menyabotase tubuh.
Biasanya, dalam keadaan ”bertapa” seperti ini, yang bersangkutan akan malas menerima tawaran apa pun, apalagi diajak menemui konselor atau terapis. Tapi tak perlu khawatir, karena setelah ”bertapa” orang tersebut biasanya akan mencapai keseimbangan baru, lalu sadar dan mampu melihat kehidupan dari sisi lain.
Yang dapat kita lakukan adalah mendampinginya, membuka pintu hati lebar-lebar dan siap membantu, tanpa berusaha mengubah keadaan dengan memaksanya untuk melakukan sesuatu atau ikut dalam berbagai kegiatan.
Jangan terlalu memberi perhatian, dengan menanya-nanyai, menghibur, atau membesarkan hati karena justru akan dirasakan sebagai gangguan dan membuatnya makin terpuruk. Sebaliknya, cobalah untuk membuat dirinya merasa bermakna, antara lain dengan meminta bantuannya, atau mengajaknya mengunjungi kerabat yang sakit atau butuh pertolongan.
Jika ia sudah menunjukkan tanda-tanda minta tolong, meski hanya berupa keluhan di sms, ini merupakan langkah positif menuju perbaikan. Artinya, setelah beberapa waktu merenung, ia sudah mulai bisa melihat kehidupan dari sisi yang berbeda dan mulai membuka diri karena butuh teman untuk dimintai approval (persetujuan) atas hasil permenungannya.
Ia perlu ”digandeng” untuk menapakkan kaki ke dunia nyata lagi. Inilah saatnya untuk menawarinya mengunjungi kenalan, teman lama, atau orang-orang yang disegani, juga konselor atau terapis.
4 Cara Mencegah Post Power Syndrome
Jika saat ini Anda masih muda dan sedang menjalani karir Anda, biasakan hal-hal ini, sehingga Anda tidak mudah terkena post power syndrome saat nanti pensiun:
- Jadilah orang yang selalu bersyukur dan bukan orang yang fokus pada materi.
- Sadari bahwa kekuasaan dan jabatan adalah tanggung jawab yang harus dijalankan dengan baik, bukan hal yang siftanya permanen dan menjadi bahan untuk pamer, sombong atau sok jagoan.
- Apakah Anda tahu ada banyak pemimpin (leader) yang semakin dihormati saat mereka pensiun atau purna tugas? Tetapi tidak semua pemimpin bisa seperti itu. Hal-hal yang membedakan kedua jenis pemimpin tersebut adalah: ketulusan dan keikhlasan saat memimpin, prestasi saat memimpin dan kaderisasi (regenerasi) kepemimpinan. Orang akan memberikan penghargaan kepada pemimpin yang bisa memberikan banyak manfaat kepada masyarakat pada saat mereka memimpin dan setelah mereka memimpin.
- Miliki persiapan baik secara jasmani, rohani dan finansial, saat menjelang pensiun. Post power syndrome dalam bahasa sederhana mirip seperti orang yang minder atau tidak percaya diri, karena kehilangan beberapa hal. Jadi persiapan yang matang adalah salah satu solusinya. (SA)