Kita tentu tidak bisa menutup mata bahwa memang hampir setiap anak memiliki atau membutuhkan sosok idola atau panutan. Albert Bandura, seorang psikolog yang bergelar PhD dari University of Iowa (1952), yang sangat berpengaruh dalam tradisi behavioris dan terkenal dengan teori pembelajarannya mengatakan, perilaku seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan.
Interaksi antara kognitif, perilaku dan lingkungan ini terjadi secara secara timbal balik yang berlangsung secara berkesinambungan. “Ini mengapa hampir setiap anak dan bahkan orangtua sering mencari tokoh lain atau figur tertentu sebagai contoh atau panutan,” ujar I. Luki Arinta Salsabila, Psi, M.Si, Expert Parenting dari Soul of Speaking.
Tak mengerankan jika kita sering melihat seorang anak berusia dua tahun belajar memakai sepatu dari melihat orang dewasa melakukannya. Tahap usia selanjutnya, anak mulai belajar meniru berbagai hal dari orang-orang di sekitarnya sampai media lain seperti televisi yang dia lihat. Ia bisa meniru secara total, namun bisa juga sebagian saja, bahkan tidak tertarik sama sekali untuk menirunya. “Bandura dalam hal ini menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang aktif, mampu membuat pilihan (sesuai usia perkembangannya) dalam menyimpulkan suatu hal serta dalam mengkomunikasikan dengan orang lain, “ jelas Luki Arinta.
Karenanya, sering kita mendapati anak-anak usia empat sampai memasuki sekolah dasar yang begitu memuja tokoh-tokoh seperti spiderman, batman, barbie, princess, superman, power rangers, dan lain-lain tokoh popular yang pernah mereka tonton baik di televisi atau di bioskop.
Seberapa besar toleransi bisa diberikan
Namun apakah tokoh khayalan tersebut sesuai secara utuh dengan karaker kepribadian yang ingin kita tanamkan? Tentu saja, para orangtualah yang seharusnya bisa mengarahkan kepada anak sikap dan perilaku mana yang baik dan bisa dicontoh dan mana yang kurang baik untuk ditiru. Menurut Luki Arinta, penting bagi para orangtua untuk mengamati apa saja yang diidentifikasi oleh si anak menjadi perilakunya, mana yang positif atau negatif, dan bagaimana caranya mengkomunikasikan kepada anak supaya tidak mencontoh atau melakukan lagi perilaku yang tidak sesuai tersebut.
Orangtua juga perlu menjelaskan mengapa seseorang pantas untuk menjadi idola atau panutan sebab bagaimanapun keberadaan tokoh idola atau panutan dalam kehidupan seorang anak atau remaja dapat berpengaruh terhadap kehidupannya kelak. Beberapa kreteria mungkin perlu disampaikan sebatas dan sesuai nalar anak. Misalnya saja apakah tokoh atau idola tersebut memiliki kesamaan cita-cita, memiliki prestasi yang bisa dibanggakan, atau memiliki sikap dan kepribadian yang baik, dan lain-lain. Penjelasan ini penting mengigat anak dan remaja masih belum sepenuhnya menyadari apakah yang mereka pilih sesuai dengan karakter kepribadian diri dan keluarga atau tidak. Sebagai contoh, masih banyak anak atau remaja yang memilih idola atau panutan hanya semata karena tampilan fisik atau gaya berpakaian saja yang mentereng. (SA)