Bahkan tak sedikit yang mengawali karir profesionalnya sebagai penulis dari sebuah ketidaksengajaan alias bukan sesuatu yang dicita-citakan. Dan uniknya, awalnya mereka menulis bukan untuk tujuan utama sebagai sebuah profesi. Bahkan memimpikannya pun tidak.
Andrea Hirata misalnya, dalam banyak kesempatan ia mengaku, menulis Laskar Pelangi, hanya untuk mengenang jasa ibu Guru yang menginpirasi hidupnya. Lulusan S1 Ekonomi Universitas Indonesia, dan peraih Master of Science di Université de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom, ini bahkan masih seorang karyawan di kantor pusat PT Telkom, saat mulai profesi kepenulisannya.
Ia menceritakan, niatan untuk menuliskan pengabdian sang inspiratornya, Bu Mus, kembali menggebu, saat ia menjadi relawan untuk korban tsunami di Aceh. Saat itu, ia melihat rumah, sekolah, dan berbagai bangunan yang ambruk, memorinya kecilnya kembali hidup, dan itulah saat ia semakin memantapkan niatnya untuk menuliskan perjuangan guru tercintanya ke dalam sebuah karya sastra. Hebatnya, Andrea berhasil menuliskan karya pertamanya, Laskar Pelangi hanya dalam waktu tiga minggu.
Toh, kendati awalnya Andrea tidak berniat mempublikasikannya, Laskar Pelangi sampai juga ke penerbit, hingga akhirnya menantarkannya pada karya-karyanya yang lain dalam sebuah tetralogi bersama Sang Pemimpi, Edensor, serta Maryamah Karpov. (SA)