Penggunaan kantong plastik sudah mengkhawatirkan. Perlu sinergi dari pemerintah, pelaku usaha dan konsumen.
SehatAlami.co-Hal ini dikatakan olen Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Ia menambahkan perlu upaya yang radikal dalam mengurangi sampah plastik. “Penggunaan kantong plastik sudah sangat mengkhawatirkan. Sudah seharusnya pemerintah, pelaku usaha, produsen dan konsumen bersinergi,” kata Tulus melalui siaran persnya.
Tulus menambahkan bahwa pengurangan sampah kantong plastik seharusnya menjadi kebijakan dan gerakan nasional yang radikal oleh pemerintah pusat. “ Bukan sporadis di masing-masing daerah. Bukan sekadar memberlakukan kantong plastik berbayar di sektor ritel,”tulisnya.
Upaya pengurangan sampah kantong plastik yang sporadis, kata Tulus, menunjukkan belum ada keseriusan dari pemerintah utamnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. “Belum ada keseriusan untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran sampah plastik,” ujarnya.
Tulus menilai pengurangan kantong plastik, misalnya dengan memberlakukan kantong plastik berbayar, seharusnya tidak hanya menyasar pelaku ritel modern, tetapi juga pasar-pasar tradisional. Hal itu bisa dimulai dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, badan usaha milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Seharusnya bukan hanya kantong plastik saja, melainkan pembungkus plastik untuk kemasan makanan, minuman, kosmetik dan lain-lain juga harus ramah lingkungan,” tuturnya. Sampah plastik pembungkus barang-barang konsumsi yang beredar di masyarakat saat ini adalah sumber pencemaran lingkungan yang sebenarnya
Tulus Abadi juga menilai penerapan kantong plastik berbayar yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tidak akan efektif dan signifikan mengurangi penggunaannya. “Nominal Rp200 per kantong tidak akan mengganggu daya beli konsumen. Sekalipun berbelanja dengan lima hingga 10 kantong plastik, konsumen hanya mengeluarkan Rp1.000 hingga Rp2.000,” katanya.
Tulus mengatakan istilah Kantong Plastik Tidak Gratis sebagaimana dikampanyekan Aprindo adalah penyesatan. Pasalnya, penggunaan kantong plastik untuk belanjaan konsumen selama ini memang tidak gratis. Menurut Tulus, semua biaya operasional pelaku usaha sudah dimasukkan dalam biaya yang dibebankan pada konsumen melalui harga yang harus dibayar. “Seharusnya, Aprindo melakukan upaya yang lebih progresif, yaitu menggunakan kantong plastik Standar Nasional Indonesia atau SNI, sesuai rekomendari Badan Standarisasi Nasional serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” tuturnya.
Seperti diketahui Aprindo kembali menerapkan kebijaan kantong plastik berbayar secara bertahap mulai Jumat. Upaya ini untuk mendukung salah satu visi pemerintah, yaitu mengurangi 30 persen sampah dan menangani sampah sebesar 70 persen termasuk sampah plastik pada 2025. “Ini adalah langkah nyata dari gerai ritel modern untuk mengajak masyarakat agar menjadi lebih bijak dalam menggunakan kantung belanja plastik, sekaligus menanggulangi dampak negatif lingkungan akibat sampah plastik,” kata Ketua Umum Aprindo Roy Mandey seperti dilansir laman antaranews