“Bisa dilihat angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan yang didiagnosis dokter. Artinya banyak yang sebenarnya diabetes, tetapi belum ketahuan,” kata Wisnu.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan upaya menekan pertumbuhan prevalensi diabetes melalui program Cities Changing Diabetes.
Program ini merupakan kerja sama dengan PT Novo Nordisk Indonesia tentang pengelolaan penyakit diabetes. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menandatangani kesepakatan itu pada 24 Agustus 2018. Jakarta menjadi kota ke-17 dari 16 kota di seluruh dunia sekaligus menjadi kota pertama di Indonesia.
Ada tiga tahapan yang akan dilalui dalam program Cities Changing Diabetes
Tahapan pertama ialah memetakan tiga masalah utama diabetes yang perlu ditangani segera. Bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), pemetaan itu dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif metode survei ke 10 puskesmas di lima wilayah DKI Jakarta. Secara garis besar, penelitian tersebut menghasilkan lima poin kesimpulan.
Pertama, Jakarta merupakan kota dengan prevalensi diabetes tertinggi di Indonesia dengan jumlah yang terus meningkat tetapi masih tetap tidak terdiagnosis. Kedua, obesitasi menjadi salah satu faktor tingginya angka diabetes di Jakarta. Ketiga, tidak terdiagnosis disebabkan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai diabetes.
Keempat, fungsi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (puskesmas) dan Posbindu untuk skrinning diabetes melitus belum optimal. Terakhir, tata laksana diabetes masih belum optimal, hanya 30 persen pasien diabetes yang mencapai target glikemik (zat karbohidrat dalam gula darah) yang terkontrol. (SA)