Meskipun demikian, melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.69/1999, Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia melarang tegas penambahan MSG pada makanan pendamping ASI maupun susu formula untuk menghindari risiko gangguan kesehatan yang mungkin timbul.
Menurut Hardin, secara resmi MSG tetap dinyatakan aman, selama secara ilmiah belum terbukti menunjukkan kerugian atau risiko, terutama pada penelitian terhadap manusia. Riset-riset independen yang hasilnya berlawanan dengan pernyataan tersebut dikatakan tidak kredibel lantaran penelitiannya masih dilakukan terhadap hewan. Jumlah MSG yang diberikan pada hewan percobaan juga dianggap over dosis, terlampau jauh melampaui jumlah yang biasa dikonsumsi manusia.
“Bayangkan, mencit-mencit itu disuntik dengan MSG yang beratnya setara dengan 200 gram dalam sehari. Wajar, jika dosis yang berlebihan itu memiliki efek yang tidak diinginkan. Padahal jika kita mengonsumsi MSG dengan cara mencampurkannya ke dalam suatu masakan, umumnya tidak akan lebih dari 10 miligram,” tutur Hardin.
Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB) ini juga mengungkapkan, ketika MSG diteliti kembali dengan dosis yang lebih kecil dan diberikan bersama makanan – bukan disuntikkan- hasilnya tidak menimbulkan efek seperti yang ditemukan pada penelitian Olney.
Pada tahun 2000, misalnya, Geha RS, bersama rekan-rekannya dari Division of Immunology, Children Hospital and Department of Pediatrics, Harvard University, Amerika Serikat, melakukan penelitian dengan multicenter double blinded PC (4 protokol) dan melibatkan 130 orang yang sensitif terhadap MSG.
Mereka diminta mengonsumsi MSG dengan dan tanpa makanan. Hasilnya, MSG tidak menimbulkan reaksi apabila diberikan bersama makanan. Sementara itu, MSG dosis tinggi bisa menimbulkan reaksi pada individu yang sensitif apabila tidak dikonsumsi bersama makanan, namun reaksinya tidak konsisten dan cepat hilang. Penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal Allergy Clinical Immunollogy.
“Meskipun demikian, memang ditemukan dua kelompok yang menunjukkan reaksi terhadap MSG. Kelompok pertama adalah orang-orang yang sensitif terhadap MSG. Jika mereka mengonsumsi bahan tersebut, dapat berakibat munculnya keluhan berupa rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku otot dari daerah tersebut hingga punggung, rasa panas dan kaku di wajah, diikuti nyeri dada, sakit kepala, jantung berdebar-debar, bahkan muntah.
Gejala yang mirip Chinese Restaurant Syndrome dan terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah mengonsumsi MSG ini kemudian disebut MSG Complex Syndrome. Kelompok kedua adalah para penderita asma,” terang Hardin. (SA)