Senin pagi pukul 10.00 Wib. Di teras sebuah rumah yang asri di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, majalah Sehat Alami berkesempatan berbincang santai dengan mantan menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era Orde Baru, Prof. Dr.Daoed Joesoef dan istrinya Ny. Sri Soelastri, tentang keseharian, kegemaran, dan persoalan-persoalan aktual termasuk tentang pendidikan karakter.
“Sekarang ini memang banyak orangtua menghadapi dilema antara mengejar karier dan mendidik anak,” ujar Ny. Sri Soelastri berseloroh untuk membuka percakapan. Namun meski bagaimana pun, sebagai orangtua, mendidik anak tetaplah yang utama.
Dari obrolan di pagi hari itu, kami menangkap kesan, kendati usianya sudah 87 tahun, Pof. Dr. Daoed Joesoef dan istrinya Sri Soelastri, 85 tahun masih tampak bugar. Tetap rukun dan mesra. Bahkan masih banyak melakukan berbagai aktivitas harian.
Tidak seperti kebanyakan orang berusia lanjut usia, Prof. Daoed masih produktif menulis, memberikan ceramah hingga melukis. Pikiran mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era presiden Soeharto ini masih tetap tajam dan jernih dan memberikan pencerahan bagi banyak orang.
“Kalau istri saya selain melukis juga menyulam. Sedangkan saya sendiri masih membaca, menulis, melukis, dan berceramah. Meskipun tidak sesering dulu. Kegiatan sekarang ini merupakan kegiatan yang paling saya senangi, yang dulu tidak bisa dilakukan secara penuh,” ujarnya.
Pasangan ini memang telah menempuh perjalanan panjang dalam kehidupan. Lebih dari 50 tahun mereka menjalani bahtera rumah tangga. Saat ditemui Sehat Alami, keduanya tampak kompak. Sesekali diselingi canda, apalagi saat sesi pemotretan berlangsung. “ Saya di sebelah sini saja sambil memandangi ibu. Karena saya nggak pernah bosan kalau memandangnya, he he he he,” kata Daoed Yoesoef.
Hobi Menulis, Melukis, dan Bercocok Tanam
Rumah Prof.Dr. Daoed Joesoef yang terletak di kawasan Bangka, Jakarta Selatan, terlihat sangat asri. Teduh dan hijau. Beberapa tanaman hias terlihat tertata rapi di halaman rumah. Di sekelilingnya banyak pohon peneduh. Ada pohon rambutan, jambu air, nangka, pohon kelapa, pohon sukun, belimbing. Menurut istrinya, Sri Soelastri, dahulunya halaman rumah penuh terisi dengan tumbuhan obat dan tanaman produktif.
“ Dahulu ada beberapa tanaman herba dan bumbu dapur seperti cabe rawet, jahe, dan lain-lain. Bahkan saya sempat menanam beberapa jenis palawija seperti ketela, jagung, kacang tanah, kedelai dan lain sebagainya di tanah yang saat ini menjadi lokasi sekolah. Kalau butuh sesuatu tinggal kami petik saja. Sering bahkan bapak suka membawa cabe rawit ke kantor sebagai oleh-oleh untuk kawan-kawan. Kami atau saya terutama, memang hobi berkebun. Bahkan di sini ada tempat khusus untuk menanam anggrek,” ungkap Soelastri.
“Ibu hobinya memang bercocok tanam,”kata Daoed Joesoef menimpali penjelasan sang istri. Sampai sekarang pun kadang masih memperhatikan tanaman yang ada di rumah. Namun tidak seperti dahulu, selain tanah yang ada di rumahnya telah berubah menjadi sekolah juga factor usia. “ Kalau saya ceritakan, tanah ini saya beli ketika belum diangkat menjadi menteri. Tanah itu dibeli bertahap dari sebelum keluarga itu berangkat ke Perancis tahun 1964. Jadi sebelum diangkat menteri, saya telah memiliki tanah dan mobil,” ungkap Daoed Joesoef yang seolah seperti menyindir para pejabat yang aji mumpung.
Selain hobi membaca dan menulis, pasangan ini memiliki hobi yang sama. Melukis. Karyanya bahkan pernah dipamerkan. “Bahkan pernah sekeluarga : saya, ibu dengan anak saya melakukan pameran bersama,” tutur Daoed. Menurutnya semua kegiatannya itu bisa berjalan berkat dorongan dan bantuan istrinya. Tema lukisan yang paling disukai ada tema kemanusiaan, alam dan lain sebagainya.
Saat ditanya, apa rahasianya tetap sehat dan bugar di usia 87 tahun dan 85 tahun? Prof. Daoed berujar, “ Saya, juga ibu selalu menjaga keseimbangan antara intensitas kerja dan batas kemampuan otak dan jasmani atau fisik. Jangan sampai intensitas kerja berlebihan dan otak menjadi lelah. Kedua, demi keseimbangan itu, melakukan istirahat yang cukup. Kemudian pola makan yang sehat dan tidak merokok. Itu yang kami lakukan sehingga memperpanjang umur,” ujar Daoed.
Disamping itu, kata Ny. Soelastri, keluarganya sangat menyukai konsumsi sayuran dan buah-buahan. “ Bapak suka sayuran dan kalau saya suka buah. Kebiasaan konsumsi sayur dan buah ini sudah berlangsung lama,” katanya. Bahkan sudah dibiasakan sejak mereka masih berpacaran.
Berbincang dengan penulis novel Emak ini memang mengasyikkan. Menambah dan memperkaya wawasan. Kepiawaiannya tidak hanya dalam soal-soal pemikiran pendidikan saja, tetapi juga ekonomi hingga dunia seni rupa. Salah satunya ketika berbicara tentang Trubus, seorang perupa legendaris Indonesia. Maklum, Daoed Joesoef berjumpa dan bahkan pernah bersinergi bersama, ketika bernaung dalam Seniman Indonesia Muda (SIM), pada tahun 40-an di Yogyakarta.
Bicara tentang pendidikan, ia berujar,“Mendidik itu membutuhkan keteladanan,” kata Daoed Joesoef. Kalau anak didik disuruh rajin membaca, maka guru juga harus menunjukkannya dengan rajin membaca. Itu yang dikatakan Doeod Joesoef tentang pendidikan kita. Menurutnya, keteladanan itulah yang kini telah hilang. Padahal, Daoed Joesoef melihat peran pendidikan akan semakin penting di masa sekarang. Sebab bagaimana pun, masalah-masalah secara alamiah manusia hanya dapat dipecahkan melalui proses pendidikan. (SA)