Terlepas dari silang pendapat yang masih mewarnai dunia pengobatan herba di Indonesia dewasa ini, sebenarnya, pemanfaatan tanaman herba sudah dipraktikkan oleh bangsa-bangsa di dunia dan kawasan Asia seperti, China, Jepang,Taiwan, India, dan Singapura sejak ribuan tahun lalu. Di China, kitab Pedoman Jejamuan yang disusun Kaisar Shen Nung diakui sebagai dokumen resmi pertama dalam pengobatan herba. Selama kekuasaan Dinasti Ming, Li Shizhen menyusun buku Materia Medica, yang kemudian populer di seluruh dunia dan disempurnakan pada tahun 1578.
Sejak tahun 2.000 SM, penduduk India juga telah menguasai keahlian mengobati dan melakukan pembedahan, dengan memanfaatkan ratusan tanaman obat. Banyak di antara tanaman obat alami tersebut masih digunakan hingga kini. Bahkan, Hipocrates (460-370 SM), yang dikenal sebagai bapak Ilmu Kedokteran, memanfaatkan 300 tanaman obat sepanjang masa pengabdiannya.
Sementara, di Indonesia, penggunaan tanaman herba untuk pengobatan juga sudah dipraktikan secara turun temurun, sejak ribuan tahun lalu, baik untuk mengobati maupun mencegah penyakit. Namun, ketika obat kimiawi ditemukan, bahan obat alami tersebut mulai tersisih. Kegandrungan, pemanfaatan obat dan pengobatan kimiawi, memang cukup beralasan. Selain, lebih cepat menyembuhkan, obat buatan pabrik farmasi ini, rata-rata telah melalui serangkaian uji ilmiah berdasarkan data akurat yang dianggap lebih memberi jaminan keamanan dan memiliki efikasi yang bisa dibuktikan secara ilmiah.
Namun, yang sering luput dari perhatian adalah bahwa bahan untuk membuat obat kimia tersebut berasal dari tanaman yang diisolir senyawa alternatifnya. Dan karena memakai bahan yang tidak utuh tersebut, obat buatan farmasi ini justru sering dijumpai menimbulkan efek samping pada pemakainya.
Kembali ke alam (back to nature)
Karenanya, seiring dengan timbulnya kesadaran akan dampak buruk produk-produk kimiawi, tumbuh pula kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature). Dan seiring tumbuhnya kesadaran back to nature ini, yang tak terkecuali, juga merambah ke dunia kesehatan, kepercayaan kepada obat dan pengobatan alami pun kembali terangkat. Apalagi setelah banyak ahli-ahli dari Barat menemukan fakta khasiat obat alami dalam menyembuhkan penyakit akibat gaya hidup modern.
Dr Abidinsyah Siregar, DHSM, MKes, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Komplementer, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, menyebutkan sebuah fakta bahwa berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 53, 3 persen penduduk Indonesia menggunakan ramuan tradisional (herba) untuk memelihara kesehatan. Dan 95, 6 persen di antaranya mengakui bahwa ramuan tradisional yang digunakan sangat bermanfaat untuk kesehatan. “Ini menunjukkan bahwa obat herba sebenarnya sudah diterima secara luas oleh masyarakat di Indonesia,” katanya.
Dr Abidinsyah dalam sebuah acara temu media belum lama ini, juga mengutip data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa sebanyak 80 persen populasi masyarakat di Asia dan Afrika bergantung pada pengobatan tradisional. WHO pun mengakui obat-obatan tradisional dapat mengobati berbagai penyakit infeksi dan penyakit kronis. Misalnya, tanaman qinghaosu (yang mengandung artemisinin) untuk obat antimalaria, yang telah digunakan di China sejak 2.000 tahun silam. (SA)