Kedua, produk itu sendiri. Pre menyatakan bahwa dalam pembuatan suatu produk, maka perlu diperhatikan mengenai nama produk, bahan atau formula yang digunakan, serta proses pembuatan produk tersebut.
“Jadi jangan bikin, misalnya kalau promaag rasa vodka. Nanti jadi masalah. Atau komix rasa tequilla, nanti jadi problem juga. Jadi ini hal-hal yang kita harus antisipasi,” ujar Pre pada saat menyampaikan pemaparannya dalam workshop yang digelar oleh Policy Research Analysis and Business Strategy (PRABU) pada Rabu (25/10) di Jakarta.
Baca juga : Menuju 2019 Wajib Halal : Enam Asas Utama dalam UU Jaminan Produk Halal
Ketiga, infrastruktur. “Infrastruktur ini pabriknya seperti apa? Jadi, nanti perlu ditentukan dulu produk yang dihalalkan itu secara keseluruhan atau sebagian, sehingga mulai sekarang sudah mulai dipisah-pisahkan,” ujarnya.
Pre juga menyatakan bahwa perlu adanya investasi untuk penyediaan fasilitas. Apabila menggunakan fasilitas bersama, maka perlu didukung dengan dokumen pendukung yang diajukan kepada vendor, baik dalam ataupun luar negeri.
“Jadi ini adalah pekerjaan yang mulia. Tapi challenges-nya banyak. Sehingga kita berharap pemerintah dalam melakukan ini ada tahapan-tahapannya sehingga semua bisa berjalan dengan baik karena kalau terlalu dipaksakan, yang kami takutkan adalah jika dibebani semua orang tidak bisa produksi, tidak ada barang. Nah jadi ya itu tadi, baik, tetapi ada challenge-nya,” pungkasnya.
( SA, sumber : www.kliklegal.com)