- Jika memang sensitif atau alergi terhadap MSG, sebaiknya memang tak perlu mengonsumsi. Kalaupun tidak sensitif dan ingin mengonsumsi, juga tak perlu berlebihan.
- Lagipula, tubuh kita sudah mampu membatasi secara otomatis melalui reseptor pengecapan yang ada di lidah. Kalau jumlah MSG yang ditambahkan sudah berlebihan, rasanya jadi tidak enak.
Sehatalami.co ~ Penggunaan MSG belakangan dinilai semakin tidak terukur. Sebelum tahun 60-an, MSG biasa digunakan masyarakat di Cina, Jepang, Korea, Thailand, Vietnam dan Myanmar, baik oleh para ibu rumah tangga maupun rumah makan dengan takaran sangat kecil, yakni setara 30-60 mg untuk setiap porsi masakan ala Cina, mi atau bakso pangsit.
Makanan tradisional dan lokal asli malah tidak menggunakan sama sekali, karena sudah terasa lezat dan gurih oleh ramuan bumbu rempah. Kini, MSG sudah umum dibubuhkan pada aneka macam jajanan, kerupuk, bahkan minuman.
Setelah diproduksi besar-besaran, harga MSG semakin murah sehingga semakin banyak dibubuhkan pada bahan makanan. Sebagai gambaran, survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 1980 menunjukkan, pedagang bakso di Jakarta memakai MSG sebanyak 1840 hingga 1900 mg per mangkuk, mi goreng dan pangsit 2900 hingga 3400 mg per mangkuk, dan mi rebus 2250 hingga 2780 mg per mangkuk (Warta Konsumen No.74, Mei 1980).
Di Semarang, penggunaan MSG juga telah diteliti oleh Nina Wiji dari Universitas Diponegoro. Dari 12 pedagang bakso yang menjadi sampelnya, mereka menggunakan MSG paling sedikit 0,8 gram, dan paling banyak 10, 35 gram per porsi. Jumlah pedagang yang menggunakan MSG melebihi batas aman ada 4 orang, yaitu 6 gram (standar dosis MSG 2,55 gram) per porsi. (bersambung).