Asal daun kelor. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin mengenal kelor dengan beberapa nama, seperti murong (Aceh), munggai (Minang), maronggih (Madura), kelo (Ternate), atau kawona (Sumba).
Ditilik dari sejarahnya, kelor berasal dari kawasan Himalaya dan India, yang menyebar ke berbagai penjuru dunia. Di Arab Saudi, Israel, juga beberapa negara di Afrika seperti Etiopia, Sudan, Madagaskar, Somalia, dan Kenya, kelor menjadi pahlawan dalam memulihkan tanah yang kering dan gersang.
Pasalnya, akar tanaman kelor dinilai efektif menggemburkan tanah. Kalau sudah ada kelor, bisa dipastikan tanaman lain akan ikut tumbuh. Jadi, ia ditanam untuk “memancing” hadirnya tanaman lain.
Kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman perdu dengan tinggi mencapai 10 meter, berbatang lunak, dan berdaun bulat telur yang besarnya tak lebih dari kuku jari kelingking orang dewasa.
Tanaman yang berbunga sepanjang tahun ini tumbuh subur di dataran rendah sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut.
Sejak awal tahun 1980-an, biji kelor sudah digunakan oleh jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menjernihkan air, sekaligus membuatnya jadi layak minum.
Caranya sederhana, cukup dengan menaburkan biji kelor yang sudah ditumbuk. Tanpa perlu waktu lama, air yang semula berwarna kecokelatan akan menjadi jernih. (bersambung).