Namun glutamat jenis ini sangat berbeda dengan glutamat yang ada dalam MSG. Glutamat yang dikonsumsi dalam bentuk aslinya merupakan glutamat yang terikat sebagai protein kompleks. Saluran pencernaan akan menyerapnya secara perlahan-lahan, menguraikannya di hati, lalu mengeluarkan jumlah yang tidak diperlukan tubuh melalui limbah tubuh. Sementara itu, glutamat dalam MSG sudah dihidrolisa menjadi asam amino bebas yang lebih mudah diserap oleh reseptor glutamat.
Alarm bahaya bagi tubuh
Tubuh kita selalu menjaga agar konsentrasi glutamat dan zat-zat lain selalu berada dalam batas aman dan seimbang. Saat otak mendeteksi ada kehadiran glutamat dalam jumlah yang berlebih, sel-sel otak akan menerjemahkan kondisi tersebut sebagai alarm bahaya.
Kelebihan glutamat yang tidak diperlukan akan mereka tumpas dengan menembakkan impuls-impuls saraf dalam kecepatan tinggi. Jika keadaan ini terus terjadi, sel-sel otak rentan mengalami kelelahan dan mati (eksitotoksin).
Berbeda dengan anggapan bahwa otak dilindungi oleh semacam penghalang yang mampu memblokir masuknya kelebihan glutamat, Blaylock mengatakan bahwa reseptor glutamat justru terdapat pada kedua sisi penghalang tersebut.
Konsekuensinya, saat terpapar glutamat, penghalang itu akan membuka. Di situlah letak “bahaya” MSG, terutama bagi otak yang sedang mengalami masa perkembangan atau fungsinya mengalami gangguan, sehingga sangat dianjurkan untuk tidak diberikan pada bayi dan anak-anak.
Selain yang disebutkan dalam penelitian Olney, MSG dianggap bisa meningkatkan risiko, mencetuskan, atau memperparah gejala Alzheimer, ADHD, Parkinson, dan lain-lain. MSG juga ditengarai memicu atau memperparah kanker karena membuat sel kanker bergerak lebih lincah sehingga lebih mudah menyebar. (SA)