Hal ini memungkinkan kita untuk bebas mencoba berbagai macam cara – dalam angan-angan – untuk mencapai tujuan, dan bahkan untuk memecahkan masalah, tanpa perlu khawatir dengan adanya risiko kesalahan, kerugian, kekecewaan, dan sebagainya. Setelah melakukan trial and error di dunia angan-angan, tentu kita jadi lebih mantap untuk mengambil langkah dalam dunia nyata.
Melepaskan emosi
Dalam beberapa kasus, berangan-angan bahkan mampu memenuhi kebutuhan emosional kita. Seperti yang dirasakan oleh Robert, seorang karyawan swasta di Jakarta. “Kalau lagi sebel sama bos yang suka bikin keputusan seenaknya tanpa ndengerin bawahan, saya sering mbayangin duduk berhadapan sama dia, dan saya bisa bebas mengungkapkan pemikiran dan ketidaksetujuan saya atas keputusan dia. Kalau perlu sambil marah-marahin dia,” tutur Robert sambil tertawa. Ia melanjutkan, “Meski tidak terjadi di kenyataan, tapi cara itu seringkali bisa mengurangi kemarahan saya.”
Apa yang dirasakan Robert disetujui oleh Glausiusz, “Cukup mainkan sebuah skenario dalam angan-angan kita, maka kemarahan kita akan berkurang, dan bahkan mungkin bisa menemukan strategi yang lebih baik untuk menghadapi situasi yang kurang menyenangkan,” kata Glausiusz.
Sayangnya, tak semua angan-angan yang berhubungan dengan kemarahan membawa hal positif. “Pada orang-orang yang menganggap kekerasan sebagai solusi cepat untuk masalah, dan tidak bisa memikirkan alternatif lain, angan-angan yang sifatnya agresif justru bisa mendorongnya untuk benar-benar melakukan tindakan kekerasan,” Glausiusz mengingatkan.
Sayangnya, meski para peneliti telah menemukan manfaat di balik aktivitas berangan-angan, banyak orang masih menganggapnya sebagai kegiatan yang tak berguna. “Mimpi di siang bolong”, begitulah istilahnya. Jadi, bagaimana menurut Anda? (SA)