Tahun 1930, saat Indonesia belum merdeka, Z. Mohamad dibuang ke Digul karena aktivitasnya sebagai wartawan dianggap membahayakan pemerintah Hindia Belanda. Ia membawa seluruh keluarganya, satu istri dan tiga orang anak yang masih balita.
Di tempat yang jauh dari kenyamanan – lingkungan rumah di dalam hutan, rumah bedeng, dan harus berbagi dengan dua keluarga lainnya, bahan makanan terbatas, tanpa listrik –Rokayah, istri Z. Mohamad, yang berasal dari keluarga pedagang kaya di Pekalongan, justru melihatnya sebagai peluang.
Saat istri-istri pejuang lain mengeluh karena ketersediaan bahan pangan yang terbatas, Rokayah menanggulangi masalah dengan menjadi penyedia sembako, ikan asin, dan gula merah. Barang-barang dari Pulau Jawa dipesannya melalui tauke-tauke yang secara rutin berlayar ke Indonesia bagian Timur. Tak heran, setelah bebas pada tahun 1933, Rokayah telah menjadi semakin kaya sehingga mampu membeli tanah kebun dan rumah yang di kemudian hari jumlahnya terus bertambah.
Cara berpikir Rokayah, yang tentu saja tidak pernah belajar mengenai Law of Attraction (LOA), menunjukkan bahwa “menarik” kekayaan terjadi saat kita fokus pada kekayaan, kesempatan, dan kesuksesan finansial. Prosesnya sama dengan saat Anda, misalnya, sedang menimbang-nimbang untuk membeli mobil Toyota Inova. Karena Anda fokus, tiba-tiba saja di sekitar Anda selalu ada mobil Innova. Mengapa? Karena Anda telah mengubah perspektif dan perhatian fokus pada Inova.
Kapan kurang berhasil
Di lain pihak, LOA tidak bisa direkayasa, misalnya dengan membangun impian yang sebenarnya impian orang lain. Anda boleh saja menganggap impian yang ditunjukkan pasangan, orang tua, atau upline Anda (jika Anda ikut MLM) bagus sehingga Anda menuliskannya dalam daftar impian dan fokus Anda. Namun, fakta menunjukkan bahwa impian yang direkayasa sedikit sekali manfaatnya. (bersambung).