Tetapi dari praktik yang saya lakukan, tidak ada yang gagal. Hanya menurut pengamatan saya, terapi ini kurang mampu meningkatkan IGF-1 (Insuline Growth Factors, salah satu biomarker penting dalam pelaksanaan terapi HGH, indikator kandungan HGH tubuh) pada wanita yang sedang menjalani HRT (Hormone Replacement Therapy) lewat pil KB, atau pasien yang fungsi hatinya terganggu.
Bisa dijelaskan praktik terapi ini?
HGH therapy memang bukan segalanya. Terapi ini hanya untuk mereka yang memerlukannya. Dan untuk mengoptimalkan hasilnya, juga lebih baik jika dibarengi dengan gaya hidup sehat yang lain, misalnya mengatur diet, olahraga dan lain-lain.
Masih banyak hal yang bisa dilakukan agar hidup awet sehat. Namun, belakangan justru dokter-dokter banyak yang ikut menjalani terapi ini. Ini merupakan bukti bahwa terapi ini cukup aman.
Praktiknya, ada yang lewat suntik, oles, minum dan lainnya. Misalnya untuk injeksi, selama 6 bulan pasien disuntik hormon setiap hari. Biasanya dilakukan sebelum tidur.
Karena harus setiap hari, maka pasien diajar untuk menyuntik sendiri. Lalu pada tahap selanjutnya, untuk tahap terapi berikutnya, pasien mesti menjalani berbagai tes biomarker lagi sebelum memulai terapi tahap berikutnya.
Plus-minus terapi in?
Minusnya tentu costly, perlu dana yang tidak sedikit; dan unpractical, karena harus disuntik setiap hari selama 6 bulan. Kan ada pasien yang takut jarum, jadi praktik seperti ini membuat siksaan bagi mereka.
Mestinya bisa dibuat terobosan, misalnya dengan membuat suntikan yang long-term effect, sebulan sekali. Hal-hal ini akan saya sampiakan dalam seminar Anti Aging Asia di Bali nanti.
Plusnya, dengan terapi ini hidup menjadi lebih berkualitas. Begitulah yang saya rasakan. (SA)