Menurut Arief Wibisono, dalam proses latihan ini – seperti pada proses terapi yang dilakukan pada Ivan – seorang terapis memang dituntut memiliki kesabaran yang ekstra, mampu memahami karakter anak, dan sebisa mungkin dapat masuk atau menyatu dengan sikap dan karakter pasien agar ia dapat merasa nyaman mengikuti proses terapi.
Dengan teknik ini, pasien akan merasa senang, mau mendengar dan mengerti apa yang ingin disampaikan terapis. “Saat ini Ivan sudah sekitar 80 persen mau mendengarkan dan memperhatikan apa yang saya ajarkan, “ kata Arief.
Melatih koordinasi sistem saraf
Koordinasi sistem saraf pada anak autis adalah salah satu aspek penting. Penggunaan metode multi-sensory dapat membantu mengintegrasikan atau mengkoordinasikan perasaan anak autis, seperti mendengar dan menyentuh. Misalnya, dengan memainkan tangga nada dengan alat-alat musik, atau berlatih menyanyi secara periodik pada sesi terapi yang berbeda.
Meskipun memiliki kesulitan-kesulitan sesuai dengan karakteristik individual anak, anak autis juga dapat mengembangkan keterampilan komunikasi dan kepekaan sensorik mereka selama proses terapi berlangsung.
Sesuai dengan keunikan dan karakterisitik masing-masing, anak-anak autis juga dapat melakukan interaksi yang positif dengan terapis selama terapi berlangsung. Lewat mekanisme ini, seiring dengan pertumbuhan pola pikir dan sikap emosionalnya, sikap negatif anak autis pun akan berkurang.(SA)