Menstruasi, meski sudah menjadi siklus rutin bagi wanita dewasa, akan tetapi banyak wanita yang mengalami ketidaknyamanan, baik fisik maupun emosi, selama beberapa hari sebelum, dan selama periode menstruasi mereka datang. Tak jarang, selama periode haid itu, mereka merasakan nyeri atau kram di bagian perut yang juga disebut dengan dismenore.
Rasa nyeri ini, bahkan hampir dialami oleh setiap wanita yang baru pertama kali mengalami haid dan dengan tingkat rasa nyeri yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih. Sebagian yang lain, bahkan mengalami rasa nyeri yang luar biasa.
Namun demikian, sejauh rasa sakit masih bisa ditahan, tidak sampai menganggu aktivitas keseharian, sebenarnya masing dianggap normal. Dismenore dianggap tidak normal dan perlu diwaspadi jika terjadi pada saat sebelum haid, pada masa haid dan berlangsung sesudah haid, sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Tidak bisa bekerja, tidak bisa berfikir. Jika nyerinya seluar biasa itu, bisa digolongkan sebagai nyeri haid yang tidak normal. Bisa jadi ada kaitannya dengan suatu penyakit tertentu.
Penyebab dismenore
Dismenore ini biasanya dipengaruhi oleh tidak seimbangnya rasio antara hormon estrogen terhadap progesteron. Biasanya, saat menstruasi atau haid rasio hormon estrogen jauh lebih banyak dibanding progesteron. Sismenorea juga bisa disebabkan oleh adaya kontraksi dari otot uterus yang disebabkan adanya prostaglandin – zat seperti hormon yang menyebabkan otot-otot rahim berkontraksi.
Dismenore ini dikelompokkan menjadi dua. Pertama dismenore primer, yakni saat tidak ada sebab yang dapat dikenali. Kedua dismenore sekunder, yakni dismenore yang dapat dikenali dengan jelas faktor penyebabnya.
Dismenore primer, meski tidak diketahui dengan pasti penyebabnya, tetapi diyakini sebagai kondisi medis yang nyata. Diyakini, kerja prostaglandin, merupakan penyebab utama dismenore. Meskipun begitu, kadar prostaglandin sepertinya tidak berhubungan dengan tingkat dismenore pada wanita.
Sebab, beberapa wanita terlihat memiliki kadar prostaglandin tinggi, tetapi tidak merasakan rasa nyeri berlebih, tetapi ada wanita dengan kadar prostaglandin normal, justeru menderita gejala nyeri yang berat. Menurut Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), seperti dikutip oleh majalah OTC Digest, selain karena setiap wanita memiliki ambang batas nyeri yang berbeda, dismenore juga dipengaruhi oleh perbedaan anatomi, kecenderungan genetik, dan tingkat stres pada wanita.
Sementara itu penyebab dismenore sekunder, bervariasi. Bisa karena faktor endometriosis (pertumbuhan jaringan lapisan rahim di tempat lain dalam ruang panggul), fibroid atau tumor lain, dan infeksi pelvis.
Diagnosa dismenore didasari atas ketidaknyamanan saat menstruasi. Perubahan apapun pada kesehatan reproduksi, termasuk hubungan badan yang sakit dan perubahan pada jumlah dan lama menstruasi, membutuhkan pemeriksaan ginekologis; perubahan-perubahan seperti itu dapat menandakan sebab dari dismenore sekunder.
Pengobatan Dismenore
Kebanyakan wanita dengan dismenore primer dibantu dengan mengkonsumsi obat-obat anti-peradangan bukan steroid (NSAID), yang menghambat produksi dan kerja prostaglandin. Obat-obat ini termasuk aspirin dan formula-formula ibuprofen yang dijual bebas.
Beberapa dokter meresepkan pil KB untuk meredakan dismenore, namun hal ini tidak dianggap sebagai penggunaan yang tepat. Namun, hal ini dapat menjadi pengobatan yang pas bagi wanita yang ingin menggunakan alat KB berupa pil. Dismenore sekunder ditangani dengan mengidentifikasi dan kemudian mengobati sebab dasarnya. Hal ini dapat memerlukan konsumsi antibiotik atau obat-obat lain, tergantung pada kondisi-kondisi tertentu, atau prosedur-prosedur lain termasuk pelebaran dan penguretan. (SA)