Sudah lazim jika orangtua menginginkan si kecil mulai tumbuh dengan karakter diri positif yang kuat. Antara lain misalnya, mulai memahami arti disiplin dalam setiap praktik keseharian, kendati masih dalam sekala yang simpel dan sederhana.
Suatu contoh sederhana, Zafran ( 5,5 tahun), yang masih duduk di TK nol besar, pulang dari sekolah. Lalu segera melepas sepatu dan baju seragamnya. Meletakkannya di keranjang baju kotor miliknya untuk dicuci dan meletakkan sepatunya di rak sepatu seperti biasanya. Memilih baju ganti untuk bermain adalah hal lain lagi. Atau membiasakan diri makan di meja makan, ketimbang duduk di depan televisi.
Pembiasaan sikap disiplin diri ini, awalnya tentu tidak mudah. Namun, karena selalu disampaikan dengan logika yang masuk akal, dan dilakukan secara ajek, disertai contoh dan teladan langsung, lambat laun hal ini bisa menjadi kebiasaan, yang untuk tahap selanjutnya, sebagai orangtua, kita bisa merasa lega bahwa tanpa terasa si kecil sudah mulai bisa mendisiplinkan diri. Meski tentu dalam sekala dan konteks keseharian yang masih sederhana.
Disiplin = cara mengajarkan tanggung jawab
Nah, bagaimana dengan kebiasaan dan cara Anda melatih disiplin kepada si kecil di rumah? Tentu memiliki kisah atau cerita yang beragam. Sebab dalam praktiknya, melatih kedisiplinan kepada si kecil memang membutuhkan kesabaran dan konsistensi yang tinggi. Yang terpenting, jangan sampai disiplin yang kita terapkan justru membuat si kecil merasa terpaksa alias terpenjara hingga ia berusaha selalu mencari jalan untuk lolos dari penjara tersebut.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tujuan pendisiplinan pada si kicil. Dalam banyak teori yang sering kita baca atau dengar dari pakar parenting, pendisiplinan sering diidentikkan sebagai cara untuk mengajarkan kepada anak bagaimana membuat keputusan atau mengambil pilihan yang lebih baik mengenai perilaku meraka. Dengan kata lain, juga berarti bagaimana mengajari anak untuk bertanggung jawab dan berpikir tentang diri mereka. (bersambung)