Pemahaman salah tentang pola makan
Ia mencontohkan, pemahaman yang salah tentang pola konsumsi makanan, sehingga dapat memicu ketidaknyamanan fisik. “Beras dan tepung-tepungan memang termasuk karbohidrat kompleks,” terangnya. Namun, pemrosesan yang terjadi menghilangkan hampir semua unsur penting yang membantu mengendalikan kecepatan pencernaan, termasuk berbagai zat gizi seperti protein, vitamin, mineral asam lemak esensial, serat, juga enzim di dalamnya. “Dampaknya, kurang dari 2 jam, mereka sudah dicerna menjadi gula,” ujarnya.
Padahal, semakin cepat dicerna menjadi gula, bisa menimbulkan kadar gula dalam darah melonjak secara drastic, sehingga dapat memicul berlebihnya produksi insulin. Sayangnya, meski jumlahnya melimpah, insulin tersebut tetap tidak mampu menekan gula. Dan di saat yang sama, kadar gula yang berlebih akan disimpan oleh insulin di dalam otot dan hati.
Lambat laun karena daya tampung otot dan hati terbatas, kelebihan gula akan diubah menjadi tumpukan lemak. Sel-sel lemak, terutama di lingkar perut, cenderung menarik asam arakidonat (sejenis senyawa yang menjadi bahan baku hormon ecosanoids pemicu peradangan). Akibatnya, terjadi peradangan di tingkat sel (silent inflammation) yang mengundang sejenis protein yang mampu menembus masuk ke aliran darah. Protein inilah yang kemudian beredar ke seluruh tubuh, dan menimbulkan peradangan semakin luas, sehingga menimbulkan kerusakan di dalam sel-sel tubuh.