Contoh kasus yang dialami oleh Mega. Sebagai wanita yang sukses membina karir sebagai sekretaris direksi. Mega mulai stres ketika bosnya menjadi tersangka dalam perkara money laundering. Merasa terganggu dan was-was terus oleh penyelidikan kejaksaan dan polisi, ia memutuskan untuk mengundurkan diri.
Pada saat yang sama, suaminya minta pensiun dini untuk berwiraswasta. Tinggal di rumah dan terkucil dari pergaulan teman-teman kantor, membuat Mega tenggelam dalam depresi.
Makan-makan, berbelanja, mengobrol yang dulu sangat dinikmati oleh Mega sudah tidak menarik lagi baginya. Kegiatan rutin seperti makan, tidur dan berbelanja sehari-hari terasa amat berat. Ada kalanya, berhari-hari ia tak keluar dari tempat tidur.
Ia pun hanya menatap kosong mendengar tangisan putri bungsunya yang baru berusia 3 bulan minta susu dan diganti popoknya. Melihat keadaan istrinya, sang suami terpaksa menyerahkan putrinya itu untuk diasuh oleh sepupunya.
Membedakan depresi
“The black dog”, begitu julukan yang diberikan Winston Churchill, mantan Perdana Menteri Inggris, untuk depresi. Mungkin karena depresi bagaikan bayangan hitam kelam yang mengusir gairah hidup seseorang. “Tapi stres dan sedih tidak bisa dikatakan depresi, “ kata Dr Erwin.
“Bisa saja orang sedih karena sedang down atau karena mengalami kehilangan. Lagipula, kesedihan bersifat sementara, sedang orang yang depresi merasa sedih tanpa alasan yang jelas, untuk waktu yang lama.”
Tidak seperti gangguan jiwa yang disalah-artikan oleh sebagian orang awam sebagai penyakit “gila” dengan kelakuan yang eratik, depresi ditandai oleh kelesuan dan kehilangan minat pada hal-hal yang biasa dilakukan, serta ketidakmampuan untuk menikmati apa pun. (bersambung).