Penderita CFS merasa sulit untuk bangkit dari tempatnya berbaring merasa sulit, bahkan seringkali mereka tak berhasrat sama sekali untuk bangun. Malangnya, gangguan ini bisa berlangsung selama beberapa tahun dan dapat sepenuhnya mengubah kegiatan rutin seseorang, bahkan orang yang paling aktif sekalipun.
Yang sering terjadi, penyakit tersebut bermula dari gejala yang mirip flu, tetapi selanjutnya, disusul dengan depresi, sakit kepala, sedikit demam, nyeri otot, dan lemas, juga sariawan dan diare. Selain itu, penderita CFS juga mengalami kebingungan, sulit mengingat dan berkonsentrasi. Terkadang penderita bahkan tak bisa mengingat namanya sendiri atau apa yang akan/sudah dilakukannya.
Penderita juga tidak mampu mengatasi stres. Seluruh otaknya seperti mengalami kelelahan, cara bicaranya pun lemas. Mereka yang mempunyai karier, menjadi tidak mampu lagi bekerja; mengalami sulit tidur, bahkan terkadang sampai berkeinginan untuk bunuh diri.
Sulitnya lagi, gejala CFS ini umumnya hanya bisa dirasakan penderita dan tak selalu dapat terlihat lewat pemeriksaan fisik. Akibatnya, si penderita juga sering frustasi saat meyakinkan anggota keluarga, teman-teman, pimpinan di tempat kerja bahkan kepada dokter bahwa ia sungguh-sungguh mengalami gangguan.
Lalu apa pemicunya?
Tak ada yang tahu pasti mengapa kadar energi penderita begitu terkuras. Salah satu dugaan para ahli adalah akibat masuknya virus Epstein-Barr yang menimbulkan stres pada tubuh dan mental sehingga tidak mampu memproduksi energi sama sekali.
Beberapa ahli menghubungkan pemunculan virus tersebut dengan pelaksanaan imunisasi. Virus Epstein-Barr yang cenderung mempercepat pembelahan sel, terkadang bercampur dengan virus lain selama proses pembuatan vaksin.
Akibatnya, ketika vaksin tersebut disuntikkan, kemungkinan virus Epstein-Barr ikut masuk ke dalam tubuh dan berpotensi menimbulkan CFS. Namun tentunya hal ini hanya terjadi jika sistem kekebalan penderita dalam keadaan lemah. (bersambung).