Terapi Alami dan Farmakologis Konstipasi
Untuk menangani konstipasi, harus ditemukan terlebih dulu penyebabnya. Jika ditemukan kelainan organik seperti tumor atau kanker, maka harus diatasi kelainannya terlebih dahulu. Pada konstipasi fungsional, selain pemberikan obat pencahar, juga mesti diatasi aspek psikogeniknya.
Jika ternyata ada faktor stress terselubung atau kecemasan, dalam beberapa kasus, pemberian antidepresan sangat membantu. Namun umumnya, penanganan konstipasi dapat dilakukan secara farmakologis maupun non farmakologis.
Terapi farmakologis diberikan dengan tujuan merangsang gerakan usus, atau melunakkan feses sehingga mudah dikeluarkan. Terapi farmakologis ini menurut para ahli tidak boleh dilakukan lebih dari tiga bulan.
Sementara terapi non farmakologis bertujuan untuk mencapai kondisi normal tanpa gangguan susah BAB, baik dengan dengan biofeedback mau pun terapi standar perbaikan pola makan yang meliputi antara lain perbaikan pola konsumsi makanan berserat, asupan cairan yang cukup, serta olah raga teratur dan terukur. Pada kasus tertentu, terapi non farmakologis sering berhasil, tanpa perlu diberi obat.
Termasuk terapi farmakologis misalnya adalah pemberian laksatif. Yaitu senyawa atau obat yang digunakan untuk menginduksi BAB, umumnya untuk mengobati konstipasi.
Laksatif stimulan, lubrikan yang bekerja dengan cara membuat tinja menjadi licin, sehingga mudah meluncur melewati usus, dan saline tertentu yang digunakan untuk mengevakuasi kolon untuk pemeriksaan rektum dan usus. (bersambung)