Emosi negatif yang terjadi setelah marah, membuat kadar sitokin, hormon proinflamatorik yang dikeluarkan tubuh, meningkat untuk mengembalikan keseimbangan zat pengatur rangsang tubuh setelah terjadi kekacauan metabolis.
Sehatalami.co ~ Dari segi psikologis, marah adalah reaksi agresivitas (fight or flight) menghadapi situasi yang dianggap membahayakan. “Marah adalah suatu reaksi normal jika terjadi keadaan yang tidak diharapkan, sehingga dinilai tidak menyenangi untuk dihadapi,” kata Charles Spielberger Ph.D, psikolog spesialis bidang marah dari Departemen Psikologis University of South Florida di Amerika Serikat.
Namun, jika ancaman tersebut sebenarnya tidak nyata, hanya berupa dorongan perasaan cemas, iri atau merasa diremehkan, dan sebagai sikap defensif karena tidak mau disalahkan, maka dicurigai si pelaku marah mengalami stres kronis. Kebiasaan cepat marah yang tidak beralasan itu terjadi karena gangguan kesehatan serius yang tidak disadarinya.
Dr. Redford William dari Duke University dan Dr Robert Sapolsky dari Stanford University mengatakan, secara langsung, marah dapat merusak sistem perdarahan jantung (kardiovaskular) dan perubahan kepekaan reaksi hormonal tubuh. Selain itu, terjadi peningkatan kadar nor-adrenalin (hormon pengendali rangsang stres). Marah yang berarti stres kronis ini juga menyebabkan hormon lain diproduksi lebih banyak, misalnya kortikosteroid dan katekolamin yang berfungsi pada sistem imun.
Sebaiknya kita renungi, “musuh” yang menyebabkan rasa marah sebenarnya tidak ada. “Musuh” itu hanya ada di pikiran kita sendiri. Akibatnya, terjadi lah penurunan kemampuan fungsi imun karena otak kita dirangsang terus-menerus untuk siaga. Selain itu, adrenalin yang diproduksi terus-menerus akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme tubuh.
Emosi negatif yang terjadi setelah marah, membuat kadar sitokin, hormon proinflamatorik yang dikeluarkan tubuh, meningkat untuk mengembalikan keseimbangan zat pengatur rangsang tubuh setelah terjadi kekacauan metabolis.
Juga terjadi penurunan nilai ambang nyeri, dengan gejala yang dikenal sebagai perilaku sakit (sickness behaviour), berupa badan menjadi panas, rasa lemas, gelisah, sulit berkonsentrasi, depresi, hilangnya nafsu makan, dan penurunan respon tubuh.
Bagaimana mengatasinya?
Pada saat marah, seseorang cenderung merasa ingin menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitarya. Terutama terhadap orang yang dianggap sebagai pembangkit rasa marah, yang bisa saja orang lain yang kebetulan berada di tempat itu. “Semakin kita meluapkan kemarahan, kita cenderung menjadi semakin marah”, kata Matthew Mc.Kay Ph.D. dalam bukunya “When Anger Hurts”.
Marah merupakan emosi yang sangat kuat dan bisa mengalahkan perasaan-perasaan lain yang lebih lembut, misalnya rasa malu, sedih atau merasa bersalah.
Tetapi sebenarnya marah bisa dipadamkan. Bagaikan api, marah berkembang melalui suatu proses yang dimulai dari percikan kecil, tetapi bisa juga langsung berupa kobaran besar, yang kemudian akan padam. Karena itu marah dapat dikendalikan untuk mengatur seberapa besar kobaran api kemarahan akan terjadi nanti, atau dampak yang akan timbul karena kemarahan.
Yang pertama, sadari apakah Anda akhir-akhir ini cenderung mudah tersinggung dan meledak. Bila ya, usahakan agar menghindari situasi konflik dengan berpikir positif dan tenang. Katakan pada diri sendiri, “Saya tidak akan membiarkan kemarahan ini menguasai diri saya”.
Atau, pada saat tenang dan sendirian, lakukan relaksasi dengan menarik napas panjang sejenak, setelah itu masukkan sugesti ke bawah sadar Anda, “Saya bisa tenang, apapun yang terjadi.” Maka selanjutnya, begitu ada rangsangan marah, pikiran di bawah sadar itu akan muncul dengan sendirinya untuk meredam emosi negatif Anda.
Kedua, jika Anda terlanjur terjebak di dalam situasi konflik dan merasa rangsangan kemarahan itu akan muncul. Coba letakkan tangan kanan Anda di dada dan tangan kiri di perut, tepat di atas pinggang. Tarik napas panjang, rasakan dada dan perut Anda bergerak sesuai dengan aliran napas tersebut.
Jika hanya tangan kanan Anda yang di bagian perut saja yang bergerak, berarti napas Anda kurang dalam. Anda cenderung mudah terpancing marah, karena pasokan oksigen ke otak kurang memadai untuk membuat Anda menjadi tenang. Maka tarik lagi napas panjang Anda lebih dalam dan lama, sampai tangan yang di bagian perut ikut bergerak naik turun. Anda akan langsung merasakan bagaimana kemarahan itu akan surut.
Redam sebelum menjadi kebiasaan baru
Presiden Amerika Serikat, George W Bush yang dikenal sebagai koboi temperamental, dikabarkan harus mengonsumsi obat anti-stres dosis tinggi untuk mengendalikan sikapnya yang mudah meledak. Kebiasaan marahnya itu dipicu oleh stres yang tidak dapat dikendalikannya lagi.
Daripada harus menggunakan obat anti-stres, sebaiknya kita coba beberapa cara pengendalian stres yang dapat mengatasi dorongan untuk marah, yaitu :
- Relaksasi. Tenang dan kendalikan diri dengan cara menarik napas dalam-dalam, tahan sebentar dan hembuskan pelan-pelan pula, sehingga Anda merasa nyaman.
- Berpikir positif. Pikirkan dua kali sebelum mengambil keputusan untuk bereaksi membalas pancingan kemarahan. Senyumlah, karena tubuh akan mengeluarkan zat oksitoksin untuk mendetoksifikasi zat pengantar rangsang saraf (neurotranmiter) dari racun marah adrenalin.
- Ubah pola makan. Kurangi lemak dan karbohidrat tinggi yang menjadi energi penyulut marah. Perbanyak sayur dan buah yang banyak mengandung antioksidan yang berguna sebagai penenang saraf.
- Berolah raga. Senam ringan dapat menyalurkan tekanan emosi, membantu relaksasi dan memperbaiki sistem metabolis.
Berhentilah merokok. Rokok memang dapat menjadi penenang, tetapi juga sekaligus memacu stres jika tidak digunakan pada saat membutuhkannya. Karena itu, perokok cenderung mudah marah bila tidak ditenangkan sebelumnya dengan sebatang rokok. (SA)