Andrea Hirata misalnya, dalam banyak kesempatan ia mengaku, menulis Laskar Pelangi, hanya untuk mengenang jasa ibu Guru yang menginpirasi hidupnya. Lulusan S1 Ekonomi Universitas Indonesia, dan peraih Master of Science di Université de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom, ini bahkan masih seorang karyawan di kantor pusat PT Telkom, saat mulai profesi kepenulisannya.
Ia menceritakan, niatan untuk menuliskan pengabdian sang inspiratornya, Bu Mus, kembali menggebu, saat ia menjadi relawan untuk korban tsunami di Aceh. Saat itu, ia melihat rumah, sekolah, dan berbagai bangunan yang ambruk, memorinya kecilnya kembali hidup, dan itulah saat ia semakin memantapkan niatnya untuk menuliskan perjuangan guru tercintanya ke dalam sebuah karya sastra. Hebatnya, Andrea berhasil menuliskan karya pertamanya, Laskar Pelangi hanya dalam waktu tiga minggu.
Toh, kendati awalnya Andrea tidak berniat mempublikasikannya, Laskar Pelangi sampai juga ke penerbit, hingga akhirnya menantarkannya pada karya-karyanya yang lain dalam sebuah tetralogi bersama Sang Pemimpi, Edensor, serta Maryamah Karpov.
Dee melejit lewat Supernova
Dewi Lestari ( 39 tahun) atau yang lebih akrab dengan panggilan Dee, sebenarnya sudah mulai mencoba menulis sejak remaja. Mulai mengirim cerpen ke majalah dan tidak berhasil, begitu juga ketika beberapa kali mengikuti lomba. Dee bahkan sempat mengaku frustrasi, dan akhirnya mencoba jalur media, sehingga apa yang ia tulis selalu kepanjangan atau kependekan dari kriteria yang diminta media.
Keinginan menjadi penulis, untuk sementara ia jalani secara diam-diam. Hanya orang-orang terdekat saja yang boleh melihat karyanya. Yang menarik, Dee masih menyimpan keinginan menjadi penulis kendati ia juga menjalani profesi sebagai penyanyi. (bersambung).