- Pada saat berdoa terjadilah kepasrahan, penyerahan diri secara total kepada Tuhan, dan saat itulah terjadi keseimbangan (homeostasis). Pada itulah, ketiga sistem yang ada dalam tubuh, yakni sistem saraf otonom, sistem hormonal, dan sistem daya tahan tubuh (imunitas) dapat berfungsi maksimal dan saling bekerja sama.
- Saat itulah orang bisa tidur nyenyak, sehingga proses penyembuhan oleh dirinya sendiri (self healing) terjadi, sehingga tubuh orang yang bersangkutan berada dalam keadaan sehat.
Sehatalami.co ~ Banyak orang yang percaya bahwa doa memiliki kekuatan membantu penyembuhan. Hal ini juga dibuktikan oleh sebuah survey yang dilakukan oleh Harvard Medical School di tahun 1998. Dari survey tersebut diperkirakan 35% orang Amerika berdoa untuk tujuan kesehatan.
Dan ternyata, 69% dari mereka merasa bahwa doa memang benar-benar memberikan perubahan pada kesehatan mereka. Jumlah orang yang percaya pada doa ini bahkan lebih banyak dari mereka yang merasa lebih sehat karena memeriksakan diri ke dokter. Benarkah doa mempengaruhi kesehatan kita?
Doa memberikan keseimbangan
Prof Dr Luh Ketut Suryani SpKJ, dari Suryani Institute for Mental Health, yang juga ahli meditasi, mengatakan bahwa pada saat kita berdoa, terjadi pemusatan perhatian kepada Tuhan, dan diri sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan. Pada saat adanya kepasrahan, kepercayaan, dan penyatuan dengan Tuhan dalam doa, maka di dalam diri orang itu terjadi keseimbangan (homeostasis).
Ditambahkan oleh Suryani, ketika seseorang sudah berada dalam keadaan homeostasis, maka ketiga sistem yang ada dalam tubuhnya, yakni sistem saraf otonom, sistem hormonal, dan sistem daya tahan tubuh (imunitas) dapat berfungsi maksimal dan saling bekerja sama.
Ketika itu terjadi, orang bisa tidur nyenyak, dan terjadi penyembuhan oleh dirinya sendiri (self healing) sehingga tubuh orang yang bersangkutan berada dalam keadaan sehat.
Peran doa bagi para pasien
Sebuah penelitian yang dipublikasikan tahun 1988 di Southern Medical Journal menjawabnya. Penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli bedah bernama Randolph C. Byrd ini dilakukan terhadap 393 pasien serangan jantung dengan gejala-gejala yang sama. (bersambung).