Di negara-negara Asia, yang makanan pokoknya sebagian besar adalah nasi, resistensi insulin dan diabetes relatif jarang sampai pola makan orang Barat masuk. Ketika pemakaian daging, produk susu, gorengan, dan gula meningkat, angka diabetes di Asia pun meledak.
Menurut data WHO, di Indonesia yang diperkirakan terdapat 4,5 juta pengidap diabetes pada tahun 1995, tercatat meningkat menjadi lebih dari 13 juta orang pada tahun 2003. Pada tahun 2030 jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah lagi menjadi lebih dari 20 juta orang.
Lemak yang bersembunyi dalam sel-sel otot kita berbeda dengan lemak yang mengisi sekeliling pinggang kita. Meskipun kita ramping, bukan berarti tidak menumpuk lemak dalam sel-sel otot. Contohnya, orang-orang muda yang diteliti di Universitas Yale tersebut.
Nama ilmiah lemak ini adalah intramyocellular lipid, yang secara harfiah artinya adalah lemak dalam sel-sel otot. Intra– artinya di dalam, myo– adalah otot, cellular adalah sel, dan lipid adalah lemak. Bagaimana intramyocellular lipid ini bisa menumpuk di dalam sel? Kurang lebih gambarannya sebagai berikut:
Sel-sel kita memiliki tungku mikroskopik (sangat kecil) yang dimaksudkan untuk memetabolisasi lemak dan mengubahnya menjadi energi. Apabila seluruh proses berjalan sebagaimana mestinya (normal), begitu lemak masuk ke sel, tungku-tungku kecil tersebut akan segera membakar partikel-partikel lemak tersebut.
Tungku-tungku ini disebut mitochondria, bagian sel yang bertanggung jawab mengubah lemak atau sumber bahan bakar lainnya menjadi energi yang diperlukan otot-otot kita. Jika tubuh kita terus menumpuk lemak, itu menandakan tungku-tungku atau mitochondria kita tidak dapat melakukan pekerjaannya.
Pada diabetes tipe 2, masalahnya boleh dibilang karena sedikitnya mitochondria. Artinya, orang dengan diabetes tipe 2 memiliki mitochondria kurang dari yang mereka butuhkan untuk membakar tumpukan lemak. Dan yang mencengangkan, jumlah mitochondria yang kita miliki sangat bergantung pada apa yang kita makan.
Hal ini dibuktikan dalam suatu penelitian pada 10 pria muda di Pennington Biomedical Research Center di Baton Rouge, Louisiana, Amerika Serikat. Kepada kelompok yang rata-rata usinya 23 tahun, cukup langsing, dan sehat ini diberikan diet tinggi lemak yang hampir separuh kalorinya adalah lemak.
Ini adalah lebih dari jumlah lemak yang dibutuhkan setiap orang dalam satu hari, walau pun sebenarnya hanya sedikit saja bedanya dengan jumlah lemak yang biasa diasup oleh kebanyakan orang sekarang. Hanya dalam 3 hari saja diet ini berhasil menaikkan jumlah lemak dalam otot secara signifikan.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa selain menambah jumlah lemak dalam otot, makanan tinggi lemak juga mematikan gen-gen yang memproduksi mitochondria. Boleh jadi, hal tersebut merupakan cara alamiah tubuh menabung lemak sebagai persediaan energi jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
Sementara itu sejumlah peneliti dari Imperial College School of Medicine di London mendapatkan bahwa mereka yang mengikuti diet vegan memiliki lemak lebih sedikit dalam sel-sel otot mereka, yaitu sekitar 31 persen lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang omnivora (pemakan daging).
Penelitian-penelitian tersebut secara jelas memperlihatkan bahwa akumulasi lemak dalam sel dan semua masalah yang disebabkannya bukan semata-mata karena gen atau turunan. Gen punya peranan, namun efeknya lebih banyak karena pola makan juga.
Jadi, mengenyahkan makanan berlemak dari piring makan kita bisa dikatakan adalah salah satu cara baik ’membersihkan’ sel-sel kita, juga cara baik mengatasi resistensi insulin. Tips yang disarankan oleh dokter Neal Barnard adalah: menyingkirkan produk hewani, menggunakan minyak nabati sedikit saja, dan makan lebih banyak makanan alami termasuk polong-polongan, biji-bijian yang tidak diproses, sayuran, dan buah-buahan. (SA).