Semangat inilah yang antara lain melatarbelakangi gelaran rapat kerja nasional (Rakernas) BKKBN, di JCC, Senayan, Jakarta, pertengahan Februari ( 10 – 12 Februari). Beruntung, bagi majalah Sehat Alami, karena beberapa hari sebelum Rakernas BKKBN tersebut, mendapat kesempatan untuk melakukan wawancara khusus dengan Kepala BKKBN Prof. Fasli Jalal, PhD, SpGK seusainya acara konferensi pers di RumahMakan Pulau Dua, di bilangan Senayan, Jakarta.
Malam itu, Prof. Fasli, begitu sosok yang ramah dan murah senyum ini biasa disapa, meluangkan waktu khusus untuk Sehat Alami. Sebelumnya, rekan-rekan wartawan yang malam itu hadir, satu persatu juga ia hampiri dan sapa dengan penuh antusias. “Bagaimana, ada yang bisa kita bantu,” ujarnya. Mengenakan kemeja batik berwarna ungu dengan kombinasi coklat kemerahan, Prof. Fasli tampil lebih relaks dan segar. Sejenak, kami pun mencari tempat untuk berbincang seputar aktivitas keseharian, gaya hidup, dan program-program strategisnya sebagai Kepala BKKBN yang baru.
Sebuah pengabdian
“Yang penting dalam hidup adalah kesempatan untuk mengabdi,” kata pria kelahiran Padang Panjang, 1 September 1953 ini memulai perbincangan. Prof. Fasli lalu bercerita bahwa, delapan bulan lalu, sebelum menerima amanah menjadi Kepala BKKBN, ia baru saja menikmati waktu-waktunya sebagai seorang profesional sejati. Dengan statusnya yang tidak lagi sebagai pejabat atau birokrat – jabatan terakhirnya saat itu adalah Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, mendampingi Prof. Muhammad Nuh – ia mengaku bisa sepenuhnya mendedikasikan waktunya untuk mengajar di beberapa universitas, terutama di program pasca sarjana di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Selain itu, ia juga bisa menjadi pembicara di forum-forum seminar, baik di dalam maupun luar negeri dengan lebih leluasa. Hal yang sebelumnya tidak dapat ia lakukan, lantaran masih terikat jadwal padat sebagai birokrat dengan sistem protokolernya yang sudah baku.”Kurang lebih sekitar delapan belas bulan, saya menikmati peran baru ini,” selorohnya dengan senyumnya yang khas.
Karenanya saat ia ditawari untuk kembali menjadi birokrat – kali ini lewat BKKBN – ia pun mencoba meyakinkan kepada pihak penghubung untuk memilih orang lain saja. “Saya sempat mencarikan beberapa alternatif figur yang lebih muda dan visible,” katanya. Namun dalam sesi tanya jawab, tahulah ia bahwa ternyata, dirinyalah yang diinginkan panitia seleksi untuk menjadi Kepala BKKBN.
“Bismillah, dengan niat tulus mengabdi, seraya menyadari bahwa mungkin inilah kesempatan yang Tuhan berikan, saya pun menerima,” ujarnya. Toh ujarnya, ia juga memiliki latar belakang di bidang pendidikan, kesehatan, dan gizi. Selain itu, secara historis ia juga pernah mendapatkan beasiswa dari BKKBN saat mengambil program study public health diawal tahun 1984-an di sebuah universitas di Kanada.
Karenanya, bagi Prof. Fasli mendapat tugas sebagai Kepala BKKBN adalah bagian dari kesempatan untuk mengabdi. Sebab di saat bersamaan, ia berpikir bahwa sukses dan gegap gempita program KB yang didukung oleh semua masyarakat itu seolah sudah menjadi masa lalu.
Artinya, saat ini ada tantangan besar bagaimana mengembalikan program KB menjadi sentra dan pijakan dalam pelaksanaan pembangunan di semua sektor. “Itu maka begitu dilantik, saya niat mengabdi dengan tulus berusaha dan bekerja secerdas mungkin, bekerja seluas mungkin, dan membangun kemitraan dengan banyak pihak,” ujarnya pria yang pernah menjadi birokrat termuda, di usia 38 tahun, sebagai Kepala Bagian Gizi pada Biro Kesehatan dan Gizi, Bappenas, Republik Indonesia (1991) ini. (bersambung)