Problem nikah usia dini
Menurut riset kesehatan dasar ( Riskesdas) 2010, di antara sekian masalah kependudukan adalah masih tingginya usia pernikahan pertama di bawah usia 20 tahun. “Yakni 4,8 persen pada usia 10 – 14 tahun, dan 41,9 persen pada usia 15-19 tahun,” ujar Prof. Fasli melanjutkan perbincangan. Masalah ini, lanjutnya turut berkontribusi terhadap tingkat kesehatan ibu dan anak.
Karenanya, sosialisasi tentang program Generasi Berencana (GenRe) ke sejumlah wilayah di Indonesia, terus digalakkan dengan melibatkan remaja dimulai dari tingkat SMP. Tujuannya, selain untuk meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi wanita, juga untuk menghindarkan generasi muda dari berbagai problematika remaja. Program GenRe ini menurutnya, akan terus disuarakan baik di lingkungan sekolah, perguruan tinggi/akademi, maupun pada lembaga kemasyarakatan serta komunitas-komunitas remaja dalam menyiapkan masa depan remaja yang lebih produktif.
“Kita berupaya agar jangan sampai ada remaja yang yang belum tahu masalah risiko perkawinan dini ini bagi kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak. Mereka harus dapat mempersiapkan diri secara fisik dan mental dalam memasuki periode kehidupan berkeluarga serta memberikan pengetahuan kepada mereka tentang Pendewasaan Usia Perkawinan, dan bagaimana menghindar dari risiko TRIAD kesehatan reproduksi remaja (Seksualitas, Napza, HIV dan AIDS),” katanya.
Problem Kependudukan sebagai mata arah pembangunan
Masalah kependudukan lainnya, ujar Prof. Fasli adalah terkait dengan struktur jumlah penduduk yang masih tinggi, kualitas, dan mobilitasnya serta daya dukung lingkungan yang rendah di sebagian besar wilayah di Indonesia. Rendahnya, daya dukung lingkungan terhadap manusia ini antara lain juga berkontribusi terhadap problem kemiskinan, ketenagakerjaan, dan lingkungan sosial. Itu maka, BKKBN berkepentingan agar problem kependudukan ini menjadi ”mata” arah dari program pembangunan di semua sektor di setiap wilayah. Berikut ini adalah jawaban Prof Fasli terkait dengan problem kependudukan.
Jika daya dukung lingkungan terhadap penduduk di suatu wilayah tidak memadai atau buruk, langkah agresif apa, yang bisa dilakukan? Apakah perlu ada program pemerataan penduduk, seperti relokasi atau transmigrasi?
Prinsipnya sebenarnya harus foluntir, meski tentu ada program insentif dan disinsentif. Untuk mengatasi daya dukung lingkungan itu, nantinya lebih banyak dilakukan oleh Menakertrans dan bagaimana dukungan dari Mendagri.
Tugas BKKBN adalah menunjukkan sesuai proyeksi, mana daerah yang masih bagus dan yang sudah parah, bagaimana dan di daerah mana yang memiliki beban terbesar, dan seberapa besar resiko yang tidak tertampung oleh daya dukung lingkungan. Dengan informasi ini harusnya Pemda sudah bisa diajak untuk opsi-opsi kebijakan apa yang dipilih.
Termasuk misalnya, di mana infrasturktur harus dibangun untuk menjamin adanya konsep keramahan urbanisasi jika misalnya, ada warga yang mau pindah atau berjuang di daerah-daerah yang penduduknya masih sedikit ; apa yang perlu dibangun terlebih dahulu. Apakah jalannya, sekolahnya, fasilitas kesehatannya, baru kemudian menghidupkan peluang-peluang ekonominya, termasuk jenis informasi, dan dukungan permodalan apa yang diperlukan atau kombinasi di antara hal-hal tersebut.
Ada faktor dimana keikutseraan foluntir dari masyarakat bisa menjadi besar. Misalnya jika mengikutsertakan peran tokoh masyarakat, dan para ulama. Apakah hal ini juga akan dilakukan?
Iya, kita dahulu pernah menganggap semua program kita sudah selesai. Di mana semua tokoh masyarakat dan agama mendukung. Tetapi, ini era anak dari generasi baru. Ada pandangan-pandangan baru dari kalangan agamawan, terutama yang ekstrim yang bahkan mengharamkan program KB.
Kita ingin merangkul kembali tokoh masyarakat dan para ulama dengan kembali mengajak meraka untuk mencari cara mensosialisasikan kembali program KB. Kita punya Forum Fabsedu, yaitu forum antara agama untuk program pendidikan kependudukan.
Untuk itu jika juga melakukan kemitraan dengan NU, Muhammadiyah, Muslimat NU, Aisyiah, dan berbagai pesantren. Kita ajak kalangan pesantren untuk mengembangkan diri dengan membuat fasilitas klinik, dimana kita bisa bantu peralatannya, sehingga mareka bisa memberikan pelayanan KB secara mandiri. (bersambung)