Diet raw food 100% tidak untuk semua orang
Menurut Natalia Rose, pola makan raw food 100% memang tidak untuk semua orang. Lagi pula sebenarnya yang membuat kita sehat itu bukan hanya karena unsur mineral, vitamin, dan enzim saja yang banyak terkandung dalam bahan makanan mentah.
Tapi yang membuat kesehatan kita meningkat drastis terutama adalah karena keluarnya racun yang sudah lama menumpuk di dalam tubuh kita akibat pola makan yang buruk selama bertahun-tahun.
Jadi untuk sehat, langsing, cantik, dan awet muda, tak perlu menjalani raw food diet 100%. Yang terpenting di sini adalah bagaimana memicu proses detoks yang aman dan efisien. Bisa jadi, itu sebabnya buku-buku panduan raw food seperti The Raw Energy Bible juga mengikuti aturan dalam pola makan Food Combining, seperti memperhatikan keseimbangan asam-basa dalam makanan dan juga anjuran untuk memakan buah secara terpisah dari makanan yang lain. Hal itu juga diterapkan oleh Dr Oetjoeng.
Perhatikan keseimbangan asam basa
Bercerita mengenai jenis makanan yang menjadi menunya sehari-hari, Dr Oetjoeng menjelaskan bahwa sayur-sayuran yang biasa dimakannya adalah sayuran yang mudah diperoleh di pasar seperti bermacam-macam selada, bayam, sawi putih, seledri, lobak, horenzo, kol, peterseli, siomak, dan daun kemangi. Seluruhnya dapat dimakan sebagai lalapan mentah.
Selain sayuran, ia juga mengkonsumsi berbagai macam buah. Sedangkan kecambah seperti taoge dan rumput gandum (wheatgrass) menurutnya merupakan makanan yang sangat bagus. Mengutip pernyataan Dr Barry Mack, seorang peneliti dari Pennsylvania, Amerika, ia menjelaskan bahwa biji-bijian yang tumbuh menjadi kecambah hingga usia tertentu, nilai gizinya bisa meningkat 2000% bila dimakan mentah.
“Tapi bukan berarti lalu saya sama sekali tidak makan daging,” tutur DR Oetjoeng. “Saya bukan vegetarian murni. Jadi kalau ada undangan makan, atau acara perkawinan, saya juga makan daging dan ikan. Dengan catatan, makannya dikunyah perlahan-lahan dan benar-benar dinikmati. Sambil mengingat pola makan yang salah di masa lalu, bahwa yang enak di mulut, yang rasanya nikmat ketika di makan, ternyata bisa membuat orang sakit. (bersambung).