Kesulitan dan tantangan hidup pasti akan menghadang. Agar kehidupan kita bisa kembali berjalan mulus, Bagaimana menghadapinya dengan optimis?
Sehatalami.co ~ “Mana mungkin optimis, kalau semua barang harganya selangit, sementara penghasilan tak pernah naik?” sikap negatif seperti ini makin sering ditemui pada orang-orang di sekitar kita. Memang wajar jika dalam diri manusia kadangkala muncul rasa pesimis saat menghadapi masalah, demikian dikatakan oleh psikolog Sartono Mukadis.
“Setiap orang bisa kehilangan optimisme, terutama kalau berkali-kali ia tidak dapat mencapai tujuan yang menjadi target hidupnya,” katanya menjelaskan. Bagaimanapun, kita tidak boleh berlarut-larut, agar kehidupan kita bisa kembali berjalan mulus, optimisme perlu dibangkitkan.
Menetapkan target sesuai kapasitas dan potensi
Sebenarnya, sikap optimis seperti apa yang kita butuhkan? Apakah seorang penjudi yang sudah 100 kali kalah namun tetap yakin akan menang pada permainannya yang ke-101 nanti bisa disebut sebagai orang yang optimis?
“Itu adalah optimisme yang gambling,” demikian menurut Sartono. Orang-orang yang demikian biasanya meletakkan target jauh di atas kemampuannya. Ketika tidak tercapai, mereka akan menyalahkan nasib. Sartono mengingatkan bahwa orang yang selalu mempersalahkan nasib itulah yang mudah kehilangan optimisme.
“Orang yang optimis menetapkan target dengan ukuran yang jelas, sesuai dengan kapasitas dan potensinya,” tambah Sartono. Mungkin target yang ditetapkan sedikit di atas batas kemampuannya, tetapi orang optimis tidak pernah meletakkan target di bawah kemampuannya.
Menurut Martin Seligman, PhD, peneliti dari University of Pennsylvania, dan mantan presiden American Psychological Association (APA), orang yang pesimis menganggap kesulitan sebagai sesuatu yang bersifat permanen, meluas, dan bersifat pribadi. Mereka umumnya berpendapat bahwa “Keadaan ini tak akan berubah”, “Semuanya pasti akan berantakan”, atau “Semua ini karena kesalahan saya.”
Sedangkan mereka yang optimis memandang masalah sebagai sesuatu yang bersifat sementara, spesifik, dan bersifat eksternal. Optimisme mereka itu tercermin dari pendapat “Aku pasti bisa mengatasinya”, “Hanya sebagian kecil ini saja yang bermasalah,” dan “Ada banyak hal yang membuat masalah ini muncul”.
Sikap optimis menguntungkan, tapi…
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Seligman terhadap agen asuransi di Metropolitan Life Insurance Company, agen yang optimis dapat menjual polis sekitar 31% lebih banyak daripada agen yang bersikap pesimis.
Begitu juga agen properti yang optimis volume penjualannya 250-320% lebih banyak dari agen properti yang pesimis. Bahkan, juga terbukti bahwa orang yang optimis hidup lebih lama dari mereka yang pesimis. (bersambung).