Apakah berarti lari benar-benar dilarang? Apakah kita harus keluar dari komunitas lari dan tak boleh ikut maraton? Lalu, intensitas tinggi itu seperti apa? Bagaimana menandai bahwa intensitas lari Anda tergolong tinggi?
Sehatalami.co ~ Sebenarnya adakah aturan baku tentang batasan usia dan jenis olahraga yang baik bagi seseorang? Juga adakah batasan terkait dengan durasi waktu ideal bagi seseorang untuk olahraga? Pertanyaan-pertanyaan ini belakangan mengemuka dan dihubungkan dengan kejadian meninggalkan publik figur meski yang bersangkungan rajin berolahraga.
Menanggapi hal ini, dr. Samuel Oetoro, Sp.GK adalah seorang Dokter Gizi di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi. Misalnya mengungkapkan bahwa jogging termasuk olahraga yang dibolehkan. Sementara lari berlebihan tidak baik untuk mereka yang sudah berusia di atas 50 tahun, karena alasan sendi lutut hingga jantung bisa terganggu karenanya.
“Lari dengan intensitas tinggi—seperti menempuh jarak 10 km dalam 1 jam—lebih tidak dianjurkan lagi,” ujarnya. Menurutnya ketentuan hal tersebut tidak hanya berlaku bagi orang dengan penyakit tertentu, seperti diabetes dan jantung, tetapi bagi semua orang.
Apakah berarti lari benar-benar dilarang? Apakah kita harus keluar dari komunitas lari dan tak boleh ikut maraton? Lalu, intensitas tinggi itu seperti apa? Bagaimana menandai bahwa intensitas lari Anda tergolong tinggi? Samuel tak melarang, hanya tak menjadikannya sebagai olahraga utama dan tidak dilakukan dalam intensitas berlebihan.
Bahkan, pada atlet sekalipun, lari dengan intensitas tinggi atau dengan durasi waktu lama serta rutin selama bertahun-tahun meningkatkan risiko.
Untuk mengetahui intensitas, masyarakat bisa melihat denyut jantung saat berolahraga, yakni 60-80 persen dari denyut jantung maksimal. Karena itu membawa alat untuk mengukur denyut jantung penting. Hal ini bisa diterapkan pada semua jenis olahraga untuk mendapatkan kesehatan.
Sebab, melewati itu bisa menghilangkan manfaat dari berolahraga. Cara menghitungnya, 220 dikurangi dengan usia dalam tahun menjadi denyut jantung maksimal. Ambil contoh seseorang dengan usia 20 tahun. Denyut jantung maksimalnya adalah 200 per menit. Maka, saat berolahraga, ia disarankan tak melewati 120-160 denyutan per menit (60-80 persen denyut jantung maksimal).
Kalau kurang dari itu tidak cukup buat kesehatan menjadi lebih baik. Kalau lebih, dia mungkin saja bisa membahayakan kesehatan dirinya. Kalau patokannya harus bekeringat, misalnya dua kali ganti baju, mesti puas, senang, bisa lewat dari batasan denyut jantung tadi. Ukuran denyut jantung dipergunakan sebab kalau berlebihan bisa berbahaya.
Sebenarnya, intensitas menurut denyut jantung dibagi dalam beberapa level. Intensitas sangat ringan adalah 50-60 persen dari denyut jantung. Intensitas ringan 60-70 persen denyut jantung. Intensitas sedang 70-80 persen denyut jantung. Intensitas tinggi 80-90 persen denyut jantung. Intensitas maksimal 90-100 persen denyut jantung.
Kasus Dean Mercer, mantan atlet lari yang meninggal pada usia 47 tahun akibat gagal jantung bisa jadi salah satu perhitungan. Banyak orang terkejut dengan kematian mantan atlet yang masih dianggap fit itu.
Namun, Ross Sharpee, kardiolog di Gold Coast, mengatakan, “Itu bukan kejutan buat saya.” “Kita tahu bahwa olahraga high end endurance adalah salah satu yang bisa memicu kematian,” katanya seperti dikutip news.com.au, 3 September 2017 lalu.
“Semua orang berusia 40-an berisiko, tetapi menjadi atlet endurance selama bertahun-tahun meningkatkan peluang mendapatkan masalah jantung,”imbuhnya. Namun, menurut atlet Wes Berg, siapa pun berhak melakukan apa yang dicintainya.
Tentukan Tujuan
Dilansir dari kompas.com, dokter keolahragaan pada Persatuan Bulu Tangkis Indonesia, Michael Triangto, mengatakan, langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum lari atau olahraga apa pun adalah menentukan tujuan.
Menurutnya, tujuan olahraga ada tiga macam, yakni rekreasi, kesehatan, dan prestasi. Untuk mendapatkan prestasi, seorang atlet harus latihan keras, sakit pada tubuhnya, bahkan hingga cedera.
Dalam kondisi ini, tujuan rekreasi tidak didapatkan. “Setiap orang punya hak melakukan apa pun juga. Tapi kalau hal lain yang dilakukan di luar dari tujuan awal, risikonya dia akan mengalami berbagai macam gangguan terhadap pilihannya tadi,” kata Michael kepada Kompas.com, Minggu (12/11/2017).
Michael bercerita, dia mendapati pasien yang melewati tujuan awalnya. Seorang pasien didiagnosis terkena diabetes dan diharuskan minum obat hingga mendapat suntikan. Tawar-menawar pun terjadi. Tak ingin melakukan hal itu, pasien tersebut dianjurkan berolahraga dan menjaga asupan makan.
Hasilnya pun positif. Kadar gula terkontrol dan kesehatannya membaik. Sang pasien terinspirasi mengolahragakan stafnya. Saat ulang tahunnya, ia tak lagi mentraktir makan, malah mengadakan lomba lari dengan hadiah sepatu lari berkualitas. Setelah itu, mendapati kesehatannya membaik, pasien itu mulai terpancing.
Sudah terbiasa mengikuti lari lomba 5 kilometer, naik ke 10 kilometer, hingga ke maraton. Lantas, apakah ia bertambah sehat? “Tidak, dia malah balik lagi ke saya. ‘Dok kok sekarang saya banyak keluhan ya. Sekarang lutut saya sakit, tidak merasa sesegar dulu.’
Lalu saya jawab, karena bapak memindahkan tujuan bapak. Yang sebelumnya hanya untuk sehat, karena meningkat, bapak terpancing untuk prestasi. Nah itu yang salah,” kata Michael.
Michael menggunakan sport therapy dalam memantau kesehatan para atletnya. Program ini menjadikan olahraga tak asal berkeringat, melainkan ada ukuran tertentu yang disesuaikan dengan usia, keadaan kesehatan, komposisi lemak, otot, tingkat metabolisme, cairan tubuh, dan kemampuan berolahrga tiap individu.
Olahraga tujuan prestasi tidak hanya berkaitan dengan meraih medali. Bentuk tubuh ideal adalah salah satu prestasi. Karenanya, lari tiap pagi di treadmill juga dikategorikan sebagai olahraga tujuan prestasi sehingga persiapannya dan antisipasi risikonya perlu khusus. Nutrisi dan istirahat harus cukup, disertai dengan pemulihan seperti peregangan otot.
Aktivitas fisik untuk usia 50-an
Kondisi tubuh akan kian menurun dan perlu mendapat perhatian lebih seiring bertambah usia. Termasuk pada usia 50-an saat gejala-gejala penuaan mulai muncul.
Aktivitas fisik atau olahraga mengambil peran penting untuk menjaga tubuh tetap sehat pada usia 50-an. Tak hanya meningkatkan kemampuan fisik, olahraga juga memperbaiki kualitas tidur, fungsi kognitif, dan menjaga tubuh dari serangan penyakit seperti jantung, tekanan darah tinggi, diabetes, stroke, dan masih banyak lagi.
Setiap orang membutuhkan jenis olahraga yang berbeda. Fokus pada olahraga kardio dapat membantu menjaga tubuh pada usia 50-an.
Berikut beberapa olahraga atau aktivitas fisik yang dapat dilakukan pada usia 50-an, mengutip WebMD.
1. Berjalan kaki
Berjalan kaki jadi cara paling sederhana dan efektif. Berjalan kaki membantu menjaga stamina tubuh, memperkuat otot bagian bawah, dan membantu memerangi penyakit tulang seperti osteoporosis.
2. Joging
Jika Anda tak masalah dengan keringat yang mengucur, coba lah untuk joging atau berlari kecil. Joging dapat membantu menjaga detak jantung dan melindungi tubuh dari penyakit kardiovaskular.
Kenakan sepatu yang tepat dan jangan lupa untuk beristirahat sejenak, maka persendian Anda akan baik-baik saja. Peregangan ekstra juga akan mengurangi kemungkinan cedera.
3. Tenis
Olahraga raket seperti tenis bagus untuk menekan risiko penyakit jantung. Bermain tenis dua hingga tiga kali dalam sepekan dapat meningkatkan stamina tubuh dan mengontrol kadar kolesterol.
4. Berenang
Olahraga air dapat membantu menjaga ketahanan tubuh serta membangun otot dan tulang. Berenang juga dapat membantu membakar kalori dan menjaga kesehatan jantung.
5. Yoga
Bukan rahasia lagi jika yoga memiliki banyak manfaat kesehatan. Yoga dapat membantu mengontrol detak jantung dan tekanan darah. Tak hanya itu, yoga juga dapat mengurangi kecemasan dan depresi yang kerap muncul seiring bertambahnya usia.
Jika Anda berada dalam kondisi sehat, setidaknya lakukan aktivitas kardio sebanyak 150 menit dalam sepekan. Akan lebih baik jika Anda membaginya ke dalam tiga hari menjadi 50 menit dalam setiap harinya.
Secara umum, semakin banyak Anda berolahraga, semakin banyak manfaat yang bisa didapat. Meski begitu, waspada jika nyeri dada, masalah pernapasan, pusing, masalah keseimbangan, dan mual muncul saat berolahraga. Beberapa tanda itu bisa menjadi peringatan bagi kondisi tubuh. Beri tahu dokter untuk mengkonsultasikannya lebih lanjut. (SA)
Sumber: kompas.com | liputan6.com